Selasa, 10 Agustus 2010

Memilih spesialisasi Kedokteran

Bagian I
Memilih program spesialisasi dan menggumulkannya

Ketika lulus menjadi dokter atau memasuki tahun tahun akhir pendidikan dokter umum, salah satu yang sangat menarik perhatian adalah pendidikan spesialisasi untuk menjadi spesialis tertentu. Tentu terbersit dalam benak kita bagaimana seandainya saya menjadi seorang ahli penyakit dalam, seorang ahli bedah, obgyn, dokter anak atau seorang spesialis kulit kelamin.

Pada masa sekarang ini dimana kita diperhadapkan dengan sistem kedokteran berbasis spesialisasi. Tidak ada seorangpun yang bisa mahir di semua spesialisasi. Sistem pelayanan berbasis kompetensi juga membatasi hal ini. Pada dasarnya sistem spesialisasi ini yang mendasari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.

Gambaran dokter dokter spesialis dengan kesuksesan pada dokter spesialis dan semakin lebarnya jurang kesenjangan antara dokter umum dengan dokter spesialis, ditambah lagi pola pasien yang lebih bermental spesialis ketimbang percaya dengan dokter umum atau dokter keluargan, membuat profesi dokter spesialis sangat menjanjikan dan menggiurkan . Banyak yang menilai dokter umum tidak cukup kompeten, terlebih lagi dokter dokter yang baru lulus. Stigmata seperti inilah yang hidup dalam masyarakat.

Pergumulan mengambil program spesialiasi ini menjadi pergumulan yang banyak dihadapi bagi lulusan baru. Belum lagi yang harus dihadapi adalah permintaan orang tua, tuntutan keluarga, masalah ekonomi, faktor tekanan dari rekan sejawat dan kawan kawan, status sosial, visi, dan panggilan hidup. Bagaimana cara menggumulkannya ?

Saya tidak akan berbagi cara yang pasti tokcer. Ini jauh dari maksud dan tujuan materi ini. Namun tulisan ini memberikan panduan prinsip apa yang harus dipertimbangkan dalam menggumulkan pilihan dan memutuskan.

Apa yang mendasari motivasimu meneruskan spesialisasi ?
Ini adalah pertanyaan kunci sebelum beranjak pada pertanyaan selanjutnya. Apa yang ada dalam benakmu apa yang mendorongmu ?
Berbagai macam motivasi dapat menjadi dasar. Adakah yang salah dari motivasi yang kita miliki ? Hal ini haruslah dicermati baik baik dan diuji dengan sungguh sungguh.

Bisa berupa motivasi internal atau motivasi yang menggerakannya dari luar. Cobalah jujur pada diri sendiri dan jangan munafik. Tuliskanlah pada secarik kertas apa yang menjadi motivasimu.

Berbagai garis besar motivasi yang kau miliki adalah :
- panggilan
- memuliakan Tuhan
- kemapanan
- jaminan kepastian
- karir yang cemerlang
- status ekonomi
- status sosial
- gengsi
- kesukaan
- menarik
- harga diri
- permintaan orang tua
- tekanan teman sebaya
- dan lain lain

Motivasi kita harusnya memuliakan Tuhan, Dia menjadi tujuan utama yang mendasari pilihan hidup kita. Ujilah motivasi ini dari waktu ke waktu dengan kebenaran firman Tuhan dan mintalah hikmat dan pertolongan roh kudus yang menolong kita untuk mengetahui kehendak Bapa di surga dalam hidup dan panggilan kita yang khusus dalam profesi kedokteran ini.

“Jadilah serupa seperti Kristus ketika memilih untuk menyembah Allah dan taat kepada Bapa untuk melakukan misinya sampai akhirnya”

Pertanyaan kedua
Kapankah waktunya ?
Kapankah waktu yang tepat? Apakah ini waktunya? Dalam hal ini pergumulan mengenai waktupun menjadi pergumulan penting.

Jawabannya bisa sekarang, tunggu, atau bukan waktunya.

Pertimbangan pertimbangannya adalah kesiapan terutama hati, kemampuan, keahlian, pengetahuan, finansial, keluarga.

Memahami kehendak Tuhan dan waktu Tuhan.


“Semuanya akan indah pada waktuNYA”

Pertanyaan ketiga
Bagaimana saya harus memilih ?

Memilih spesialis apa yang dipilih saya akan memaparkan sedikit dasar dasarnya.

Apakah dengan saya menjadi seorang spesialis saya memberikan kontribusi yang lebih besar untuk Tuhan dan masyarakat ?

Dengan menjadi spesialis tersebut apakah saya dapat menjadi berkat bagi orang lain ?

Dimana kiranya saya dapat memberikan kontribusi terbesar ?

Benar benar teliti sungguh sungguh dalam hati apakah ketika kita memilih spesialis A atau B ini bukan karena spesialis ini popular atau dapat menghasilkan uang banyak atau membuat kita menjadi sombong.


Apakah saya adalah orang yang lebih baik bekerja dengan “otak” atau dengan “tangan” ?

Pertimbangkan pula pilihan karir, tanggung jawab, waktu kerja dan tingkat stress yang berbeda dan unik pada masing spesialisasi. Hal yang menjadi pertimbangan adalah keluarga, istri dan anak anak. Bagaimana kita mengatur waktu dan menempatkan prioritas dalam hidup.

Contoh :
Sebagai kesaksian, sewaktu dulu saya akhirnya memutuskan spesialis karena sewaktu stase luar kerap kali saya dikonsulkan oleh teman saya untuk kasus kasus yang sulit. Saya amat menikmati menangani kasus kasus sulit dan spesialistik dan dari dulu di bidang yang saya minati saya membaca lebih banyak dan mendalam untuk benar benar mengerti permasalahannya. Terutama untuk kasus kasus Ilmu Penyakit Dalam dan Kardiologi saya mendalaminya dan ternyata saat stase dengan pengetahuan dan kemampuan seadanya waktu itu saya merasa berguna dan ada manfaat yang saya dapat berikan untuk menolong pasien dan menolong teman teman sekelompok saya yang kesulitan saat itu. Jadi jikalau saya lebih mendalami lagi dan mendapatkan training dengan kesempatan berinteraksi dengan pasien pasien tersebut saya dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi dan menjadi lebih kompeten. Saya juga tremor dan tidak tahan untuk bekerja dengan otot dalam jangka waktu yang lama walau kalau tindakan saya dapat melakukannya dengan cepat. Oleh karena itu saya tidak mengambil bedah, saya rasa banyak orang lain yang lebih trampil dalam hal ini. Namun untuk analisa, selain saya lebih suka melakukan analisa, saya juga meniliai kelebihan yang saya miliki dibanding dengan teman teman yang lain sehingga dalam hal ini perlu untuk dikembangkan lebih lanjut supaya lebih tajam.


Ada website yang dapat membatu membuat inventori berdasarkan minat dalam pemilihan keputusan spesialis apa yang cocok buat kalian :

http://www.smbs.buffalo.edu/RESIDENT/CareerCounseling/intro.htm
http://www.med-ed.virginia.edu/specialties/


Panduan membuat keputusan
Hal yang terpenting adalah hubungan pribadi dengan Kristus sebagai pusat kehidupan kita. Kemudian lingkaran pertimbangan yang lainnya adalah :
Pertama, firman Tuhan dan kebenaranNYA. Carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenaranNYA. Dengan memahami kebenaran ini maka kita mengerti batasannya dan mengenal kehendak Tuhan dlam hidup kita.

Kedua, berdoa bukan untuk memintanya terlebih dahulu namun memahami dulu kehendakNYA. Berdoalah terlebih dahulu untuk mengenal Tuhan, kerajaan, kebenaran dan kehendakNYA. Mintalah hikmat dengan tidak membangkit bangkitnya.

Ketiga, pertimbangkanlah untuk mendiskusikan dan mintalah pendapat dari saudara seiman yang lebih dewasa, juga mintalah pandangan dari senior senior atau dari mereka yang sudah pernah dan menjalani pergumulan ini. Pertimbangkanlah masukan mereka namun bukan sebagai jawaban mutlak.

Keempat, pertimbangkanlah minatmu, kerinduanmu, juga talenta yang kita miliki. Minat ini penting, melakukan apa yang kita suka, maka separuh pekerjaan sudah selesai. Tuhan tahu dan mengerti diri kita, tidaklah dia mengarahkan kita kepada suatu hal yang tidak kita suka karena sudah pasti hasilnya tidak baik. Namun bukan semata mata kita suka pasti akan terlaksana, melainkan membawa minat, talenta kita untuk kita persembahkan bagi kemuliaannya. Kerinduan, Tuhan tanamkan kerinduan dalam hati kita, hal ini patut kita gumulkan apakah hal ini merupakan panggilan dari Tuhan. Kita bisa tergerak melihat kebutuhan yang ada dalam dunia dan melihat bahwa disinilah nampaknya tempatku untuk berbagi bersama dan aku dapat menjadi saluran berkat bagi orang orang ini dan melayani di bidang ini.

Ingatlah umur kita hanya sebentar seperti layaknya uap. Kita tidak dapat menentukan apa yang akan terjadi pada kehidupan kita. Janganlah sombong dan berkata kita akan lakukan ini dan pasti berhasil. Namun hendaklah kita berkata kalau Tuhan menghendakinya maka saya akan melakukan ini dan itu. Kalau kita berbangga berbanggalah karena Kristus. Bacalah Yakobus 4:13-17

Manusia merancang-rancangkan jalannya namun keputusan datangnya dari Tuhan. Kita hanya dapat berharap, bergumul dan menantikan jawaban dari Tuhan. Pergumulan akan selalu berharga dan jawaban dari Tuhan yang terbaik bagi kita. Pada akhirnya kita hanya dapat memandang kepadaNYA dengan kagum tatkala kita berjalan bersamaNYA.

Kasus dan diskusi

Anton Saragih, mahasiswa kedokteran tingkat akhir, ia ingin sekali meneruskan ke pendidikan spesialisasi. Dia ingin menjadi seorang dokter radiologi. Sementara kedua orang tuanya menginginkan Anton menjadi seorang dokter spesialis kebidanan dan kandungan. Anton aktif di persekutuan medis dan mahasiswa di Jakarta, oleh karena pelayanannya ini, ia ingin meneruskan di FKUI. Namun, orang tuanya ingin Anton kembali ke medan untuk meneruskannya di USU karena orang tuanya adalah salah satu staff senior di bagian OBGYN. Ada jaminan kalau Anton kemungkinan besar diterima.

  • 〈Apa yang menjadi pergumulan pada kasus Anton ini ?
  • 〈Bagaimanakah Anton harus bersikap ?
  • 〈Jika anda menjadi Anton bagaimana anda mempertimbangkan pergumulan ini ?
  • 〈Apa yang menjadi dasar pergumulan ini ? dan jelaskanlah !
Joni, seorang mahasiwa kedokteran swasta di Jakarta. Orang tuanya ingin Joni meneruskan pendidikan spesialis karena dengan menjadi spesialis status dan pendapatan lebih menjanjikan. Joni adalah anak laki semata wayang. Sebenarnya, Joni ingin PTT dahulu untuk mencari nafkah dan mendapatkan pengalaman. Keluarga Joni mampu menyekolahkan Joni dan sudah menyiapkan dananya. Jujur dalam hatinya Joni ingin menjadi seorang ahli penyakit kulit dan kelamin. Namun, dia merasa kesempatannya tipis. Joni saat ini bergumul mengenai masalah ini.

  • 〈Apa permasalahan pada kasus Joni ini ?
  • 〈Jika kamu menjadi Joni bagaimana kamu menggumulkan masalah ini ?
  • 〈Bagaimana menepatkan diri dalam keluarga ?
  • 〈Bagaimana mencermati mengenai waktu dan kesempatan ?
Bagian II
Pergumulan selama PPDS
Saat menjalani PPDS pergumulan terbesar adalah bagaimana kita menjaga intergitas, konsistensi, pengaturan waktu, komunikasi, serta kerja sama.
Kita harus berusaha yang terbaik dan bijak namun tetap memegang teguh prinsip prinsip kebenaran. Hidup tidak berkompromi. Jika kita mulai berkompromi dari hal hal yang kecil maka kita akan terbiasa berkompromi dengan hal hal yang lain

Memelihara hubungan pribadi dengan Tuhan. Inilah yang menjadi yang utama selama menjalani kehidupan. Namun bagaimana kesibukan dan tuntutan baru dari kehidupan residensi mempengaruhi dan menyeret kita keluar dari persekutuan intim kita dengan Tuhan. Hal ini menjadi pergumulan tersendiri.

Bagaimana tetap melayani Tuhan di tengah masa masa residensi. Sering kali, dan kebanyakan akan mulai mundur dari pelayanan ketika memasuki dunia residensi. Hanya beberapa yang bertahan. Namun bukanlah pelayanan tersebut yang memerlukan kita namun pelayanan yang diberikan Tuhan merupakan anugerah dan hal itu lah yang memelihara kita tetap memfokuskan hubungan dengan Tuhan.

Menjaga konsistensi dalam jangka panjang dan mengatasi kelelahan serta mencermati kejenuhan dan bagaimana menanggulanginya. Ini adalah hal yang perlu diperhatikan. Menjaga fisik tetap prima, menjaga fokus hidup tetap terarah, dan menjaga keseimbangan dalam hidup pribadi dan berelasi di keluarga, sejawat , dan masyarakat inilah yang harus dipelihara. Nampaknya suatu hal yang berat terkadang mustahil, namun hanya dengan menjadikan Tuhan menjadi pusat kehidupan kita dan mengandalkan Dia dan mengakui Dia dalam segala laku kita, niscaya Tuhan menuntun kita memberikan kekuatan untuk senantiasa menjadi berkatNYA dan kita menjadi orang yang setia kepadaNYA.

Kasus dan diskusi

Roni seorang residen penyakit dalam tahap I yang memiliki jadwal jaga 8 kali per bulan, dia sedang di bagian pulmonologi, memegang tidak kurang dari 20 pasien di bangsal khusus paru. Hari ini dia baru saja jaga malam, tiga hari kemudian dia harus presentasi kasus di sub bagian. Besok ada tawaran persekutuan medis alumni. Sudah dua minggu terakhir Roni tidak dapat beribadah karena harus dinas 24 jam di hari minggu. Dia juga ditawari untuk memimpin kelompok PA di persekutuan medis dan ikut kelompok paduan suara gerejanya.

  • 〈Jika kamu jadi Roni bagaimana kamu menentukan prioritas
  • 〈Dapatkah kamu tetap melayani atau menundanya ?
Agung seorang residen obgyn tahap II. Suatu malam dia berhadapan dengan suatu kasus persalinan. Berdasarkan penilaian klinis ibu ini dapat melahirkan normal, tidak satupun indikasi caesar pada pasien ini. Namun, chief jaga malam itu masih mengejar total jumlah caesar untuk kompetensi dan persyaratan naik tingkat, memerintahkan agung untuk mempersiapkan operasi caesar untuk ibu ini bagaimana pun cara walaupun harus memanipulasi data klinis.

  • 〈Jika anda berada dalam posisi Agung apa yang akan anda lakukan ?
  • 〈Bagaimana memepertahankan integritas pada kondisi seperti ini ?
Soli deo Gloria !!!

Additional resources

HOW TO CHOOSE A SPECIALTY
This section provides information about various specialties, factors to consider in choosing a specialty and
•a bibliography of books, web sites and articles
•a tool for getting information about different specialties from clinical departments in your medical school
•a list of the different types of accredited residency training programs
•a list of specialty organizations that can provide more information

You also can view this guide along with other specialty choice resources on the AAFP student Web site at
http://fmignet.aafp.org/

Choosing a specialty may be one of the most difficult decisions you will ever make in your medical career. It would be easy if you could somehow transport yourself through time and preview your career as a family physician, surgeon, pediatrician or radiologist. Instead, you and other medical students must decide your specialty based on the limited view
you get from clinical rotations.

Often, those first clinical experiences are so exciting and interesting you think you’ll never decide what is the right fit for you. A particularly exciting clinical experience might convince some to pursue a certain specialty, but most medical students weigh several options after many clinical and non-clinical experiences. Armed with a balanced view of each specialty and an awareness of your strengths and interests, you’ll find your way.

Making the decision begins with answers to questions that determine your personal and professional needs:
•What were your original goals when you decided to become a physician? Are they still valid?
•What do you value about the role of a physician?
Is it the intellectual challenge, the ability to help others, the respect it commands from others, the security of the lifestyle, the luxury of the lifestyle, the ability to work autonomously? Which aspects do you value the most?
•What type of doctor/patient relationships do you find the most rewarding?
•What type of lifestyle do you envision for yourself (time for family, time for other interests, income level, etc.)?
•In what type of community do you see yourself practicing and in what type of clinical setting?
•What skills (interpersonal, analytical, technical, etc.) do you value the most in yourself and how do they affect your perception of the specialty or specialties to which your abilities are best suited?
•Are there particular clinical situations or types of patient encounters that make you uncomfortable or for which you feel unsuited?

Answering these questions takes a great deal of maturity and insight. But be completely honest with yourself so you will be confident of your choices. You may find it particularly difficult to be frank with yourself about your own abilities. There is a danger of either overestimating or underestimating yourself, so get feedback from people who know you personally and professionally.

Mentors are a good touchstone during this phase of the specialty choice process.
As you begin to form some ideas of the career you would like to have, you’ll have new questions about specific specialties and their respective training programs. Take time to write down what you already know about each of the specialties in which you’re interested. Is the information you have accurate and complete? What else do you need to know?

With Regard to the Practice Characteristics of a Particular Specialty, What Do You Know About...

•the type and degree of patient contact?
•the type of patient treated?
•the type of skills required?
•the type of disease entities and patient problems encountered?
•the variety of practice options available within that specialty?
• the type of research being done in that specialty? •the type of lifestyle afforded?

With Regard to the Residency Training Programs for a Given Specialty, What Would You Like to Know About ...
•the length of training?
•the goals of training? (What does residency training prepare you to do?)
• the availability of residency positions? (How many slots are available? What is the level of competition for those slots?)
• the differences between training programs within the same specialty? (Are there geographic differences? Are there institutional differences?)
•the potential for further training following a residency? (What are the requirements for subspecialty training or fellowship training?)

With Regard to the Overall Outlook for a Particular Specialty, What Would You Like to Know About ...
•the availability of practice opportunities?
(How much competition is there for patients or practice sites?)
•any current trends or recent changes in practice patterns for that specialty? (How has it been affected by the cost of professional liability insurance? By changes in Medicare reimbursement policies?)
•any foreseeable additions to the repertoire of that specialty? (New technologies, new drugs or new techniques?)
You already have a great deal of information at your fingertips if you need help answering some of these questions. If your school has a faculty advising system or a career advising office, use it. Don’t hesitate to approach faculty and other physicians with whom you have established some rapport.

You also should ask faculty for recommendations and introductions to physicians who have similar interests. Take advantage of opportunities to meet with physicians from various specialties, perhaps at events or meetings sponsored by your school (i.e., career days, hospital fairs). Often, local medical societies or specialty societies have meetings that are open to students.

Organizations such as the American Academy of Family Physicians and American Academy of Pediatrics give medical students the opportunity to join as members.
National meetings, such as the AAFP-sponsored National Conference of Family Medicine Residents and Medical Students, are also valuable sources for information about specialty choice, visit
www.aafp.org/nc for more information. Attend meetings hosted by student organizations and interest groups at your school. You also can address career issues with the American Medical Association-Medical Student Section (AMA-MSS), American Medical Student Association (AMSA), Family Medicine Interest Groups (FMIG), the Organization of Student Representatives, Association of American Medical Colleges (OSRAAMC), the Student National Medical Association (SNMA), the National Network of Latin American Students (NNLAMS) or the Asian Pacific American Medical Student Association (APAMSA).

Using elective time to explore specialty options can be extremely helpful, particularly if you want more exposure to certain specialties. You can choose an elective within your own institution or you can choose an outside elective or clerkship.

You can arrange a clerkships either with private physicians in the community or at another teaching institution. The clerkship can be purely clinical or have a component of research or community outreach. Ask your medical school advisor or student affairs office for information about locally- available clerkship opportunities. Or contact your local medical specialty society, national medical specialty societies, Area Health Education Center or other teaching institutions (medical school departments or residency programs) for information about clerkships.
Go to the AAFP student web site at
http://www.aafp.org/clerkships for a directory of clerkships and electives in family medicine and related clinical areas.

We strongly advise that you begin planning your electives as early as possible. Though your school’s curriculum may not permit you to take elective time until your fourth year, careful planning will let you assess your specialty options before you begin the process of residency selection.

The following references and list of organizations may be useful. Several publications regularly feature articles on career selection, trends in specialties, and changes in the types and numbers of residency positions.

Keep in mind that many sources may present biased information. Generally, you can resolve questions and concerns by looking for common themes, then outlining pros and cons. Only
you know what is right for you, and no amount of information from a single source should determine your choice. So try to get information from as many different sources as possible: student colleagues, senior medical students, residents, faculty advisors, department chairs, physicians in private practice, relatives, friends and medical organizations.

Avoid making assumptions; develop a broad and well-balanced picture of the specialty you’re considering. As with every other major decision in your life, making this decision may come with a certain amount of doubt. But, if you’ve approached the process with
a willingness to look at yourself honestly
and if you’ve tried to get the best available information, you can trust that your decision will be a good one.

Suggested References Books
Graduate Medical Education Directory (GMED), American Medical Association, 2006 – 2007 Edition.

Often referred to as the “Green Book.” The official list of all residency training programs accredited by the Accreditation Council for Graduate Medical Education (ACGME) for all specialties. Includes the accreditation requirements for each type of training program and some statistical information on numbers of residents and residency positions for each specialty.

Available in most medical school libraries and also available for purchase online from the AMA online at
https://catalog.ama-assn.org/Catalog.
How to Choose a Medical Specialty, Anita D. Taylor, Philadelphia: W.B. Saunders Co., 4th Edition, 2003.

This is a popular resource on the process of choosing a specialty. It includes overviews of key specialties, data regarding projected supply and demand, the economic outlook for the specialty, as well as information on residency training.

Iserson’s Getting into a Residency: A Guide for Medical Student, Kenneth V. Iserson Galen Press, Student Ltd, 6th Edition.
A step-by-step guide through the process of selecting a medical specialty and obtaining a residency position.

Provides valuable information on selecting a specialty, selecting a residency program, and interviewing.

The Ultimate Guide to Choosing a Medical Specialty, Brian S. Freeman, M.D., McGraw-Hill Publication, 2004.

Written by residents for students, this resource profiles the major medical specialties and gives insight on the specialty decision making process.

Web Sites
Careers in Medicine (CiM) hosted by the Association of American Medical Colleges. http://www.aamc.org/students/cim/start.htm

Fellowship and Residency Electronic Interactive Database (FREIDA Online) hosted by the American Medical Association http://www.ama-assn.org/ama/pub/ category/2997.html
Choosing a Specialty hosted by the American Medical Association
http://www.ama-assn.org/ama/pub/ category/7247.html
Medical Specialty Aptitude Test hosted by Dr. Peter Filsinger, et al.
http://www.med-ed.virginia.edu/specialties/

Virtual FMIG hosted by the American Academy of Family Physicians http://fmignet.aafp.org/
Which Medical Specialist For You (online brochure PDF) hosted by the American Board of Medical Specialties (ABMS). http://www.abms.org/Downloads/ Which%20Med%20Spec.pdf

Journal Articles
Leigh, JP, Kravitz, RL, Schembri M., Samuels, SJ, Shanaz M. Physician career satisfaction across specialties. Arch Intern Med. 2002, 162:1577-1584.

Rabinowitz HK, Paynter, NP. The rural vs urban practice decision. MsJAMA Online 2002, 287: 112.

Schafer S, Shore W, Hearst N. Is medical school the right place to choose a specialty. MsJAMA Online 2001, 285: 2782-2783.

Green, Marianne MD; Jones, Paul MD, John T. Jr., PhD. Selection Criteria for Residency: Results of a National Program Directors Survey. Academic Medicine. March 2009, 84:362-367.

How to Obtain Specialty
Information Within Your
Medical School
The divisions and departments within your own medical school are primary and accessible sources of information about various specialties and residency programs. The Division/ Department Information Form on the following page provides an example of the information you might want from various departments in your medical school as you begin to think about specialty selection. You might want to compile all the information from departments and divisions for use by other medical students. The form on the next page contains questions to ask faculty advisors, attending physicians and other physicians with whom you have occasion to discuss your career plans.

Kamis, 08 Juli 2010

Kejadian 4

Kejadian 4:1
Hawa mendapatkan keturunan hanya karena pertolongan Tuhan, anak itu diberi nama Kain. Setelah manusia jatuh dalam dosa, Tuhan masih memelihara. Hawa memang mengalami sakitnya bersalin namun Tuhan menolongnya dan lahir seorang anak. Tuhan juga memberkati keturan yang lain, Abel.
Inilah kisah mereka, potret kehidupan manusia.
Tuhan memelihara dan menolong manusia. Apakah dalam hari hari kita merasakan pertolongan Tuhan, apakah kita mengingat kebaikan Tuhan, apakah kita bersyukur pada hari ini kalau kita bisa hidup adalah karena pertolongan Tuhan.

Kejadian 4:2-4
Manusia bekerja dan mempersembahkannya untuk Tuhan. Kita bekerja untuk memuliakan Tuhan. Kita bekerja dengan sebuah motivasi, namun apa motivasi kita. Kita mempersembahkan kepada Tuhan dengan hati kita. Namun apa yang ada dalam hati kita ? Apa yang menjadi pusat penyembahan itu ? Diri kita atau Tuhan. Mengapa kita tidak mempersembahkan yang terbaik atau hanya sekedarnya. Tuhan mengetahui hal itu. Dia hanya menerima yang terbaik, bukan yang sekedarnya. Dia layak mendapat yang terbaik. Apakah pada hari ini kita mengerjakan yang terbaik dan mempersembahkan yang terbaik kepada Tuhan ?

Kejadian 4:5-7
Kain menjadi marah karena persembahannya tidak diindahkan oleh Tuhan. Permasalahan ada dalam hatinya. Ada yang tidak beres dalam hatinya. Ada yang tidak baik. Hari hari kita juga demikian, kita diperhadapkan pada suatu kondisi kita tahu apa yang baik namun kita tidak melakukan kebaikan itu. Hati kita bergumul dan menjadi susah, wajah kita menjadi kehilangan keceriaan. Kita memang tidak nyaman ketika kita memilih yang tidak baik, pilihan adalah mengakui dan menjaga hati kita atau kita akan menutupi dan melakukan rancangan jahat kita. Dosa sudah mengintip di depan pintu. Kita harus berkuasa mengendalikan diri kita. Tuhan berbicara lewat hati nurani kita mengingatkan kita, namun apakah kita mendengarkannya, apakah kita mau mengalahkannya dan menaklukannya untuk kebaikan bagi Tuhan dan diri kita sendiri juga sesama kita.

Kejadian 4:8-10
Ketika dosa mengintip kemudian kini dosa berbuah menuai perbuatan dan hasilnya... Kejahatan. Kain bermasalah dengan hatinya, motivasinya terhadap Tuhan, dia menjadi iri hati, namun kenapa Habel yang jadi sasarannya. Sebenarnya dia tahu bahwa dirinya yang bermasalah, namun ketimbang dia menyelesaikan masalahnya dengan Tuhan, menjaga hatinya untuk tetap memuliakan Tuhan. Kain mengambil caranya sendiri. Jalan singkat untuk membereskan kekesalan dalam hatinya. Akhirnya Habel dibunuhnya.
Apakah ini menyelesaikan masalah ?
Tuhan membela perkara Habel. Kain masih mengelak dan tidak mau bertanggung jawab, tidak mau dirinya dipersalahkan. Ini penyakit dalam dosa, yaitu pembenaran diri dan tidak mau menghadapi kebenaran dan menyelesaikan apa yang ada dalam diri kita. Tuhan melihat jauh ke dalam hati kita. Marilah kita menilik hati kita hari demi hari dan jangan membiarkan motivasi kita menuntun kita melakukan perbuatan yang membuahkan dosa.

Kejadian 4:11-15
Ada konsekuensi dari perbuatan dosa yang kita lakukan, namun Tuhan tetap memelihara manusia. Hal inilah yang dapat dipelajari dari bagian yang kita baca. Kain membunuh Habel. Tuhan mengusir Kain dan mengutuk tanah yang diusahakan Kain, hal yang serupa ketika Adam dan Hawa terjatuh. Namun yang unik, Kain dengan berani beragumen dengan Tuhan bahwa konsekuensi yang ia terima terlampau berat, padahal sebenarnya Kain takut kalau ia sendiri akan dibunuh. Namun Tuhan berjanji dan memberikan tanda Kain supaya ia tidak dibunuh, bahkan kalau yang membunuhnya akan ditimpakan 7 kali lipat apa yang diterima oleh Kain. Dalam pengembaraan, Tuhan masih menyertai manusia. Betapa sering kita bersyukur akan pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita, bahkan kita menyadari bahwa kita hidup yang dalam kesalahan dan tidak menyenangkan Tuhan, namun Tuhan masih memperkenankan kita hidup. Walau memang ada konsekuensi yang kita harus jalani. Tuhan mengasihi orang berdosa namun Tuhan membenci dosa. Marilah kita merenungkan hal ini dan belajar bersyukur.

Kejadian 3

Kejadian 3
Pendahuluan
Ketika segala sesuatunya yang baik itu rusak. Inilah bagaimana awal mulanya kerusakan itu. Bagaimana manusia jatuh, bagaimana manusia itu berdosa. Bagaimana manusia mengetahui apa yang jahat. Bagaimana mengetahui dirinya telanjang. Bagaimana manusia lari dari hadapan Allah dan bersembunyi. Bagaimana kemudian kejahatan demi kejahatan terjadi.

Manusia dicobai oleh keinginannya sendiri, keinginan yang berpusat pada diri sendiri, yang menggantikan keinginan untuk melakukan apa yang baik dan yang berkenan kepada Tuhan. Ketimbang melakukan yang baik, kita memilih untuk melakukan apa yang jahat sehingga kita menjadi seteru Tuhan.

Kejadian 3:1-4
Iblis mencobai hawa, luar biasa caranya. Iblis mengerti akan kebenaran namun dia tidak mau menerimanya, dia berusaha memutar balikannya. Pertama tama dia memancing Hawa dengan menanyakan kamu tidak boleh makan buah di taman. Padahal boleh namun ada pengecualian. Sebuah permainan psikologi kebalikan dengan menggunakan kata kata negatif, sehingga mengundang rasa ingin tahu dibalik apa yang tidak boleh itu. Setelah itu iblis mengungkapkan prediksinya apa yang akan terjadi nantinya. Prediksinya memang benar manusia tercelik matanya, tahu yang salah dan benar dan mencari serupa dengan Allah namun menjadi pemberontak terhadap Tuhan, dan menuruti si Iblis.
Kita sering kali terjebak dalam posisi seperti ini. Rasa keingintahuan kita melebihi batas batasan yang ditetapkan dan melawan kehendak Tuhan. Kita tidak sabar, kita dapat mengekang dan mengendalikan diri. Kita digerakan oleh hasrat memuaskan diri, bukan hasrat untuk memuaskan Tuhan. Apa yang kita tahu belum tentu menuntun kita melakukan apa yang benar, belum tentu hasrat kita menginginkan apa yang seharusnya. Inilah yang kita hadapi hari demi hari pergumuluan antara keinginanku atau keinginan Tuhan dan kebenaran.

Kejadian 3:5-6
Untuk apa kita mengetahui yang baik dan jahat ? Ketika kita mengetahui yang baik mengapa juga kita perlu tahu yang jahat ?
Sering kali kita menipu diri kita dengan "mencoba-coba" dengan alasan ingin tahu, untuk pendapatkan pengertian untuk menjadi bijak. Namun tidak ada rasa takut akan Tuhan dalam pengertian tersebut.
Sering kali sifat manusia ketika dia jatuh malahan menarik orang lain juga untuk bersama sama jatuh. Lebih mudah bagi kita untuk bersama sama berkubang dalam dosa ketimbang menuntun orang keluar dari lumpur dosa tersebut.
Hari ini apakah kita mendasari semua pengetahuan dan pertimbangan dan perbuatan kita atas rasa takut akan Tuhan ?

Kejadian 3:7-9
Mata mereka tercelik, mereka sadar mereka sekarang dapat melihat apa yang salah dan mereka menyadari mereka salah, mereka menyadari mereka telanjang dan kehilangan kemuliaan Allah. Mereka bersembunyi dari hadapan Allah. Namun apa yang Tuhan lakukan ? Tuhan mencari mereka. Yang pertama Tuhan jadi adalah Adam.
Ketika kita melakukan dosa dihadapan Tuhan, kita menyadari kita salah namun bukannya kita kembali kepada Tuhan, kita sering kali bersembunyi dari hadapan Tuhan. Luar biasanya, Tuhanlah yang mencari kita bukan kita mencari Tuhan.
Apakah kita lari dari hadapan Tuhan saat ini, apakah kita menyadari akan dosa dan kesalahan kita di hadapan Tuhan ?
Ingat Tuhan yang mencari kita terlebih dahulu.

Kejadian 3:11-13
Ketika diperhadapkan pada suatu kesalahan dan dosa kita begitu takut, kita sadar bahwa kita bersalah dan telanjang dihadapan Tuhan. Namun kita sering sekali tidak jujur dan mengakuinya melainkan kita mencari kambing hitam dan mempersalahkan orang lain sebagai penyebab kesalahan kita. Di dalam diri kita selalu saja ada rasa untuk membenarkan diri.
Apakah hari ini kita sudah jujur dan terbuka di hadapan Tuhan, diri sendiri dan sesama kita menilik diri kita dan berani mengakui kesalahan dan dosa dosa kita ? Dan tidak mempersalahkan siapapun ?

Kejadian 3:14-15
Antara manusia dengan ular (iblis). Antara kutuk dan janji keselamatan. Ular dikutuk Tuhan. Manusia jatuh dalam dosa, manusia masuk dalam perangkap iblis. Namun Tuhanlah yang terlebih dahulu berinisyatif merangkaikan kembali rencana yang besar untuk memenangkan kembali apa yang menjadi milikNya. Mengalahkan Iblis lewat sebuah karya penyelamatan yang luar biasa. Gambaran penyelamatan oleh Kristus sudah dikemukakan oleh Tuhan. Keturunan wanita ini kan menginjak kepala ular dan ular akan memagut tumitnya.
Tuhan tidak membiarkan manusia dalam dosa, Tuhan memakai manusia dan keturunanNya untuk menceritakan akan karyaNya dan kasihNya bagi kemulianNya.
Bersyukurlah akan insyatif Allah ini.

Kejadian 3:16-19
Manusia diberikan 2 mandat yaitu kuasai bumi dan bertambah banyak. Namun setelah manusia jatuh dalam dosa Tuhan memberikan kutuk terhadap dua hal ini wanita akan mengalami susahnya melahirkan, dan pria akan mengalami sulitnya mencari nafkah. Hubungan antara pria dan wanita juga berubah, nafsu mengendalikan hubungan ini dan hasrat menguasai. Herannya jika kita perhatikan ini adalah kutuk yang Tuhan berikan, namun Tuhan tidak menjatuhkan hukuman kepada manusia, Tuhan tidak berbicara mengenai kematian melainkan Tuhan berinisyatif membuat rancangan keselamatan untuk manusia karena kasihNya. Tuhan tahu manusia akan mati dan satu satu jalan adalah Tuhan yang menyelamatkan mereka. Iblis ingin manusia mati dan terpisah dari Tuhan. Namun Tuhan mengalahkan iblis dan merebut kembali manusia dari cengkraman maut. Memang konsekuensi hidup di dunia ini tidak lagi mudah sebagai sebelumnya tapi ada janji keselamatan bagi umat manusia dan hanya bagi manusia. Itu semua hanya karena Tuhan dan kasihNya. Sola Gracia !

Kejadian 3:19-24
Dari debu kembali ke debu. Hawa adalah ibu dari yang hidup, keturunan ada sebuah harapan bagi umat manusia yang Tuhan janjikan. Manusia berdosa menanggung malu dan kehilangan kemuliaan. Tuhan yang mendandani manusia kembali. Manusia diusir dari taman, kehilangan kehidupan yang kekal.
Inilah gambaran kehidupan manusia yang jatuh dalam dosa. Manusia akan kembali ke tanah, kita hidup senantiasa dibayangi oleh rasa malu. Malu akan kesalahan kita, malu tidak lagi bisa merefleksikan kemuliaan Tuhan. Namun ada secercah harapan menuju kembali kehidupan lewat keturunan Hawa.
Sang juru selamat yang datang membereskan kutuk dosa, memberikan kehidupan dari kematian.

Kejadian 2

Kejadian 2:1-4
Demikianlah langit dan bumi dan segala isinya diciptakan oleh Allah. Pada hari ketujuh Tuhan berhenti dari pekerjaanNya dan dia memberkati dan menguduskan hari ini. Ia memperuntukan hari tersebut dengan khusus. Ada maksud khusus dalam semuanya ini. Segala sesuatu dibawah bumi ada waktunya. Dari penciptaan hingga konsumasi. Tuhan adalah alfa dan omega. Tuhan ingin waktu istirahat ini adalah waktu dimana Tuhan menikmati karyaNya dan ciptaanNya memuliakan dan menguduskanNya. Senantiasa supaya manusia mengingat Tuhan, mengenal dia dan mengenal siapa dirinya juga. Apakah kita menghargai dan menatap pada hari perhentian ini dan memfokuskanNya untuk Tuhan ? Ataukah kita terlampau sibuk untuk diri kita sendiri ?

Kejadian 2:3-7
Langit dan bumi masih begitu kosong, hujan belum turun. Air memberikan kehidupan bagi mahluk hidup. Tuhan membentuk manusia dari debu dan memberikannya nafas kehidupan, dan nafas itulah yang memberi hidup. Tubuh kita berasal dari bumi ini dan akan kembali ke bumi. Namun roh kita berasal dari Tuhan yang kembali kepada Tuhan. Yang memberi kita hidup adalah Tuhan, dariNYAlah kehidupan kita. Ketika kita berhenti bernafas makan kita akan mati. Apakah kini kini kita bernafas dengan nafas hidup dari Tuhan ataukah kita bernafas hanya menanti kematian saja. Sedangkan nafas hidup yang berasal dari Tuhan akan kekal walau tubuh akan kembali ke asalnya.
Apakah kita menyadari setiap tarikan nafas kita berasal dari Tuhan dan kita menghembuskan nafas kita juga untuk kemuliaan Tuhan dan hanya bagi Dialah hidup kita akan berarti.

Sederhana saja: DOA! Doalah jembatan penghubung realitas Ilahi dan realitas manusiawi. Doalah saluran yang mempertemukan yang tak layak dan tak mampu dengan Yang mulia dan dahsyat!

Terpujilah Tuhan !

Kej 2:8-9
Tuhan memelihara manusia memberikan manusia kebebasan. Di balik kebebasan tersebut ada pilihan. Tuhan menempatkan pohon kehidupan dan pohon pengetahuan. Namun pohon pengetahuan tidak boleh dimakan buahnya. Kebebasan untuk memilih bukanlah bebas melakukan segala sesuatu namun bagaimana kita memilih seturut hikmat dan mengerti kehendak Tuhan dalam hidup kita.
Bagaimanakah kita membuat pilihan dalam hidup kita ?

Kejadian 2:10-14
Tuhan menempatkan manusia di sebuah taman yang dinamakan eden atau firdaus. Ditaman ini kemudian mengalir sungai sungai yang membentuk daerah subur di timur tengah yang seklilingnya adalah gurun yang tandus. Tanah ini dikenal sebagai bulan sabit yang subur dalam sejarah. Di tanah ini terkandung kekayaan alam yang berlimpah ruah. Kekayaan alam ini selanjutnya menjadi materi yang di pakai untuk pembangunan bait suci.

Tuhan merancangkan dengan seksama keberadaan manusia suatu rancangan dami sejahtera dan pemeliharaan dari Tuhan. Tuhan juga menitipkan kekayaan alam yang ada di dalamnya untuk dikelola dan dibakai untuk kepentingan dan sesuai kehendak Tuhan untuk kemuliaanNya, dan Tuhan memberkati manusia.
Bagaimana sikap kita terhadap kekayaan yang Tuhan berikat dalam hidup kita ? Apakah kita menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan ?
Selamat hari Minggu !

Kejadian 2:14-17
Kembali mengulas balik. Manusia ditempatkan di dalam taman untuk mengusahakannya. Manusia diciptakan dalam suatu kebebasan. Manusia diberikan perintah oleh Tuhan dan diberikan sangsi kalau melanggar ketetapannya.
Pohon pengetahuan itu diberikan Tuhan namun buahnya jangan dimakan. Manusia mengetahui yang baik dan menyenangkan Tuhan. Mengetahui yang jahat berarti melawan kehendak Tuhan yang selalu baik adanya. Semakin kaya pengetahuan tidak membuat manusia semakin baik. Namun dengan mengetahui dan melakukan kehendak Tuhan itulah yang terbaik yang dapat kita lakukan dalam hidup kita.

Kejadian 2:19-20
Manusia pertama, Adam diberikan hikmat oleh Tuhan untuk mengenal, memperhatikan dengan seksama segala binatang. Kemudian menamainya sesuai dengan karakternya. Tuhan menginginkan manusia berkuasa atas mereka, Tuhan yang menciptakan manusia yang berkerja bagi Tuhan. Adapun dalam hal ini setelah melakukan pekerjaan menamai ini, Adam tidak menemukan adanya penolong yang sepadan baginya. Tuhan memberikan kesempatan bagi Adam untuk membuka mata lebar lebar mengenai "penolong". Sebelumnya Tuhan sudah menyadari bahwa tidak baik manusia ini seorang diri. Selanjutnya Tuhan sendiri yang berinisyatif memberikan penolong yang sepadan ini dengan caraNYA.
Bagaimana kita menggumulkan persoalan mengenai penolong sepadan ini dalam hidup kita ?
Apakah kita membuka mata lebar lebar dan berhikmat serta bergumul untuk mengetahui kehendak Tuhan dalam hidup kita ?

Kejadian 2:21-24
Operasi pertama yang dilakukan Tuhan. Adam ditidurkan kemudian Tuhan mengambil rusuknya dan membentuk wanita dari rusuk itu. Tuhan sendiri yang mengusahakan penolong yang sepadan itu. Tuhan membentuknya dari bagian laki laki. "Tulang dari tulangku, daging dari dagingku" berasal dari sebuah kesatuan dan dipersatukan lagi dalam pernikahan. Permainan kata yang cantik ; Pria, Man dalam inggris, Ish dalam ibrani; wanita, woman, man with a womb, dan ishshah. Wanita disebut wanita karena diambil dari laki laki. Dalam hal ini wanita diciptakan bagi Adam untuk memenuhi kehendak Tuhan karena jika sendiri itu tidak baik. Berdua lebih baik.

Kejadian 2:24-25
Pergi meninggalkan ayah dan ibu bersatu dengan istrinya dan menjadi satu daging. Pernikahan mempersatukan dua individu laki laki dan perempuan yang telah dewasa dalam jasmani dan rohani. Laki laki dan perempuan bersatu secara jasmani dan rohani dalam sebuah keintiman dan menjadi satu daging. Hal seksualitas sebelum kejatuhan menjadi suatu hal yang mulia. Keduanya telanjang namun tidak hina, keduanya tidak malu. Karena manusia menjadi gambaran rupa sang pencipta dalam hubungan laki laki dan perempuan juga menggambarkan persekutuan yang mulia seturut kehendak Tuhan. Hal ini yang Tuhan inginkan sebelum kejatuhan dan Tuhan melihat semuanya ini baik adanya.

Kini seks menjadi suatu hal yang tabu adanya, kita tidak lagi melihat kemuliaan dalam seks ini karena dosa, kecuali Tuhan sendiri yang memulihkannya. Bagaimana ketelanjangan menjadi objek seks tersendiri untuk memuaskan diri sendiri, seks untuk kepuasan, seks untuk kelegaan, seks untuk komiditi, seks untuk pelarian inilah yang terjadi kini. Sedangkan Tuhan inginkan seks bagi kemuliaan Tuhan untuk tujuan prokreasi dan Tuhan memberkatinya dengan suatu kenikmatan jasmani bagi kebutuhan dan kepentingan manusia. Supaya hubungan itu semakin melekat dan pasangan menjadi satu.

Kini ketika manusia mencuri kenikmatan tanpa komitmen hanya bagi kepentingan diri, tiada lagi kemuliaan dan kehormatan sehingga anugrah mulia dalam seks menjadi sampah dan kenajisan.

...

Kejadian 1-2
Musa menuliskan taurat diawali dengan penciptaan. Bagian pertama dari pewahyuan khusus ini adalah menuntun kembali manusia mengetahui tujuan dan bagaimana alam semesta diciptakan. Di dalam bagian ini juga dijelaskan siapakah itu manusia, tugas dan mandat yang diserahkan kepadanya. Diperlihatkan juga bagaimana tatanan dan keadaan penciptaan itu dan adalah baik dan keberadaan manusia menjadikannya sangat baik adanya. Tuhan berkenan akan semuanya itu.

Kata kata mutiara

Ketika kerjamu tidak dihargai, saat itu engkau sedang belajar KETULUSAN.

Ketika usahamu dinilai tidak penting, saat itu engkau sedang belajar KEIKHLASAN.

Ketika hatimu terluka sangat dalam, saat itu engkau sedang belajar MEMAAFKAN.

Ketika engkau harus lelah, kecewa saat itu engkau sedang belajar KESUNGGUHAN.

Ketika engkau merasa sepi &sendiri;, saat itu kau sedang belajar KETANGGUHAN.

Ketika engkau harus membayar biaya yang sebenarnya tidak perlu engkau tanggung, saat itu engkau sedang belajar KEMURAHAN HATI.

Tuhan menempatkan engkau tidak kebetulan namun sudah direncanakan.
Tetap Semangat!

...

Today I will share the 10 criteria of how to be someone who have the Spirit of "iCare" :


1. Someone whose opinion deserves appreciation and have wide perspective.
2. Someone who can help others from a negative attitude into a positive attitude
3. Someone who can motivate, strengthen, encourages, encouragement and inspiration to others
4. Someone who can bring others to know the people around him more successful and accomplished
5. Someone who can find ability / talents in the lives of others
6. Someone who has a positive outlook and attitude of a winner
7. Someone whose life is pure, holding fast to the integrity and honesty
8. Someone who can laugh at life and sometimes can laugh at himself lightly, and not make life very seriously
9. Someone who used to say I am a lucky man and I should be grateful
10. Someone who teaches us to understand the principles of excellence

...

I went outside to find a friend

But could not find one there;

I went outside to be a friend,

And friends were everywhere! —Payne

Don’t be afraid of a presumed enemy, but trust in the Lord to make a new friend.

Today’s Verse: “For though a righteous man falls seven times, he rises again” (Proverbs 24:16a, NIV).

...


Today’s Word:

Life is full of things that try to push us down. We all face disappointments and setbacks. Maybe you got some bad news concerning your health, or maybe a relationship didn’t work out. That was a setback. It’s easy to get discouraged, lose your enthusiasm, or even be tempted to just settle where you are. But if we’re going to see God’s best, we have to have a “bounce-back” mentality. That means when you get knocked down, you don’t stay down. You get back up again. You have to know that every time adversity comes against you, it’s a setup for a comeback!

Remember, as a believer, the same power that raised Christ from the dead lives on the inside of you. There is no challenge too difficult, no obstacle too high, no sickness, no disappointment, no person, nothing that can keep you from your God-given destiny. If you stay in faith and keep a good attitude, you will rise again. God will turn those stumbling blocks into stepping stones, and you’ll move forward into the victory He has in store for you!

Prayer for Today: Father in heaven, thank You for setting me up for success in everything I do. I choose to trust and rely on You knowing that Your plans are for my good. I know my best days are ahead of me and look ahead to the blessings You have in store for me. In Jesus’ Name.

Kejadian 1

Renungan :

Kejadian 1:1-2
Pada mula adalah Allah. Dia yang menciptakan langit dan bumi.
Pada pagi hari ini, apakah kita memulai hidup kita dengan Allah. Marilah kita berkarya bersama Allah.
Allah yang menciptakan dari yang tidak ada menjadi ada. Siapakah kita dihadapan Tuhan menganggap diri berada. Ataukah dengan ketidakberadaan kita menyadari kalau kita bisa berada disini hanya karena Allah.

Manusia mencipta dan berkreasi dari apa yang ada. Apakah kita hari ini kita menciptakan suatu lingkungan yang lebih baik, atau mengelolanya, atau kita malahan merusaknya. Dengan berbagai polusi yang kita ciptakan apakah polusi udara, air, sambah atau polusi pikiran dengan sampah sampah dan pikiran pikiran kita yang tidak berguna.

Kreativitas kita bermula dari pikiran kita apakah pikiran kita dipergunakan untuk kerativitas yang membangun atau merusak ?

Kejadian 1:3-5
Dari gelap terbitlah terang, dan terang itu baik. Karena terang kita memiliki hari yang baru. Kita dicipta untuk menjadi terang bagi dunia ini untuk menerangi kegelapan dunia. Apakah kita memancarkan terang dalam kehidupan kita ? Apakah hidup dalam terang ?
Tuhan memisahkan terang dari kegelapan dan menjadikan hari siang dan malam, inilah hari yang pertama.
Marilah kita melangkah pada hari ini seakan menjadi hari yang pertama. Hidup dalam pertolongan Tuhan dan dengan hikmatNYA untuk dapat memisahkan terang dan gelap.

Masih ada sisi gelap dari hidup kita yang belum diterangi oleh Tuhan. Sehingga hidup seperti anak anak dalam kegelapan ?

Kita hidup menghidupi hawa nafsu kedagingan kita, keserakahan, keegoisan, kecemaran dengan diam diam dan kita tidak mau tatkala sisi kehidupan kita ini dipaparkan dengan terang kebenaran.


Kejadian 1:6-8
Tuhan memisahkan air dan mengatur air. Air turun dari tempat yang tinggi, turun ke bumi sampai dan air terus mengalir sampai ketitik terendah kemudian akan menguap dan naik lagi ke tempat yang tertinggi. Tuhan melihat hal ini baik, dan hal ini menggambarkan apa yang dilakukan oleh Kristus. Begitulah sifat air. Bagaimana dengan kita ? Kita di dunia ini ingin terus "ke atas" melawan hukum alam tanpa mau mengalir ke tempat paling bawah, dan hanya karena panas dari matahari saja, yang menggambarkan kuasa ilahi yang besar kita diangkat naik untuk bersama sama dengan Allah Bapa. Hari ini apakah kita memahami sifat air ini ? Tuhan sudah memisahkan air di bumi dan air di langit sebagai cakrawalaNya, tempat kediamanNYA. Kita di bumi, harus terus mengalir dan membagikan berkat dari atas hingga kita kembali lagi ke pangkuan Bapa suatu hari kelak.

Kejadian 1:9-13
Pada hari ketiga penciptaan Tuhan memisahkan air dan membentuk daratan, kemudian menumbuhkan berbagai macam tanaman. Tuhan merancangkan tempat untuk manusia dapat hidup dan mempersiapkan juga apa yang dibutuhkannya. Tanaman menjadi makanan manusia dan tanah untuk didiami. Ini suatu bentuk pemeliharaan Allah terhadap ciptaanNYA.

Perenungan kita apakah kita bersyukur akan hal ini ? Apakah kita memelihara apa yang Tuhan berikan ? Apakah kita memperhatikan bagaimana kita menggunakan sumber daya alam di sekeliling kita ? Atau kita hanya mengambil keuntungan untuk diri kita namun tidak memperhatikan dampak jangka panjangnya ? Tiada yang kebetulan, Tuhan merancangkan semuanya jauh dari kekekalan bagi kesejahteraan ciptaanNYA untuk kemuliaanNYA.

Kejadian 1:14-19
Tuhan menciptakan dimensi waktu. Setelah melihat terang Tuhan memisahkannya. Tuhan membuat terang dan gelap dan pergantian waktu siang dan malam. Tuhan menempatkan benda benda di langit, mengaturnya sedemikian rupa dan memberikan mereka semua lintasan untuk mereka berputar. Dari dahulu nenek moyang kita mengetahui waktu, musim, tahun dari melihat langit, matahari, bulan dan bintang. Segalanya sudah diatur dengan ketepatan tinggi hingga Bintang timur yang menandakan Kristus pun bukanlah suatu kebetulan. Suatu karya dalam waktunya. Hidup kita dalam rentang waktu. Siang berganti malam, dan terus berganti dan Tuhan melihat semuanya baik. Apakah kita mempergunakan waktu kita dengan baik untuk kemuliaan Tuhan ? Atau hanya hidup menanti bergulirnya waktu yang tak bisa dihentikan ?

Kej 1:21-25
Setelah menciptakan bumi, lautan dan daratan, namun nampak kosong. Tuhan berfirman, menciptakan binatang binatang untuk mengisinya. Dengan seksama Tuhan merancangkannya. Binatang besar, binatang kecil, bagaimana mereka hidup dan keunikannya. Pertama lautan dan udara kemudian binatang di daratan. Ilmu pengetahuan berteori bahwa kehidupan bermula dari lautan dengan binatang binatang lautnya. Yang menarik Tuhan memberikan perintah kepada binatang binatang ini untuk berkembang biak dan memenuhi bumi. Juga Tuhan merancangkan sifat sifat binatang ini ada yang jinak dan buas dan besar kecil, dan kita kagum melihat bagaimana binatang ini bertingkah laku dan sifat-sifatnya. Semuanya menggambarkan betapa agungnya Tuhan itu.

Kej 1:26
Untuk pertama kalinya Tuhan berdiskusi dengan dirinya untuk menciptakan suatu karya puncak dalam penciptaanNYA. "Marilah kita..."
Tuhan menciptakan manusia seturut gambar dan rupaNYA. Sejak semula kita dapat melihat relasi dalam ke-Tuhanan dalam suatu tritunggal. Manusia diciptakan bukan dengan gambar binatang, bukan juga gambaran malaikat, namun gambar Allah semata. Tuhan menginginkan manusia sebagai gambarNYA untuk mencerminkan kemuliaanNYA atas karyaNYA menciptakan alam semesta dan bertahta atas semua ciptaanNYA namun Tuhan bertahta atas manusia. Manusia diciptakan untuk menegakkan kuasa dan kemuliaan Tuhan atas ciptaanNYA.
Hidup kita menggambarkan sifat, kemuliaan, kekuasaan Allah. Inilah kehendak Tuhan yang begitu agung sebelum kejatuhan manusia yang merusakan rancangan mulia ini.
Marilah kita merenungkan kembali tujuan dan esensi kehidupan kehidupan kita di hadapan pencipta kita.

Kejadian 1:27-28
Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Tuhan. Manusia diciptakan dalam seks, laki laki dan perempuan. Hal ini yang menarik, manusia tidak diciptakan tidak seorang diri saja. Namun berpasangan, namun manusia dicipta memiliki daging dan roh. Jika hanya daging saja manusia seperti binatang, jika hanya roh saja maka seperti malaikat yang tidak memiliki gender. Berbicara mengenai seks ini, sungguh memilukan bagaimana setelah kejatuhan, pandangan kita mengenai seks ini begitu jauh dari kehendak Tuhan. Allah ingin laki laki dan perempuan melakukan kehendakNYA selain memenuhi bumi, manusia diberikan kuasa untuk memerintah dan mengelola bumi dan suatu partnership. Namun apakah kita menyadari hubungan laki laki dan perempuan ini seharusnya memuliakan Tuhan. Renungkanlah apakah relasi kita dengan pasangan kita, keluarga, sahabat memuliakan Tuhan ?

Kejadian 1:29-30
Tuhan mencukupkan kebutuhan ciptaanNYA. Tuhan mempersiapkan makan untuk manusia dan hewan dan mengaturnya sedemikian rupa.
Dibalik dari Tuhan memberikan tumbuhan berbiji yang diberikan kepada manusia. Tuhan memelihara manusia.
Bagaimana apakah kita bersyukur atas makanan yang Tuhan berikan kepada kita sebagai pemeliharaan Tuhan ?
Akhir akhir ini banyak penyakit yang ditimbulkan akibat pola makan yang buruk. Makan terlalu banyak, makan dengan makanan yang kurang baik dan bergizi, atau kita makan tidak teratur yang berdampak pada kesehatan kita.
Marilah kita memulai untuk bersyukur dan memperhatikan dengan seksama apa yang kita makan sebagai bentuk pemeliharaan Tuhan dalam hidup kita. Mulailah makan dengan sikap hati yang memuji Tuhan dan makan dengan makanan yang sehat.

Kejadian 1:31
Setelah 6 hari penciptaan, Tuhan melihat hasil karyaNYA dan semuanya itu sangat baik. Tidak ada kesalahan dalam penciptaan. Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan baik. Kita tidak dapat menyalahkan pencipta kita karena kita dibentuknya dengan sangat baik. Inilah gambaran penciptaan dan yang dikehendaki Tuhan sejak semula bagaimana semuanya diatur oleh hikmat dan ketetapanNYA dan semua berjalan teramat baik. Tuhan sangat senang melihatnya. Tuhan dipermuliakan oleh ciptaanNYA karena Dialah Tuhan dan pencipta. Segala kemuliaan bagi Dia.
Bersyukurlah karenanya !
Tuhan selalu menginginkan rencana terlaksana dan tidak satupun dapat menggagalkanNYA.
Tuhan terus berkarya sampai hari perhentianNYA. Tuhan bukanlah Tuhan yang setelah mencipta lalu diam dan berpangku tangan. Namun Dialah Tuhan yang berperan aktif dalam setiap kehidupan mahluk ciptaanNYA. Tuhan ingin berkarya melalui kita dan hidup kita untuk kemuliaanNYA.




Jumat, 25 Juni 2010

 Hey it's just a little porn and I'm no sex addict,

by Mike Genung


A little while ago I called an old friend to say hello, and the conversation turned to my involvement in helping the sexually broken. After I shared of my 20 year struggle with sex addiction, my friend said "well, I'm no sex addict, I'm just a casual porn user!"
Today there are many who call themselves "casual porn users", or CPUs as I call them. They indulge in porn occasionally, maybe just a few times a year so they don't see a problem with it. After all it's just pictures and no one else will see; how can anyone get hurt?

In Matthew 5:27 Jesus said:
You have heard that it was said ‘You shall not commit adultery’ but I say to      you that everyone who looks at a woman with lust for her has already committed adultery with her in his heart.
From Jesus' piercing words we know that to lust after other women or men is to commit emotional and spiritual adultery. Having self sex while looking at pictures of naked women is taking this sin of adultery to the next level; it's adding sexual experience to lust, pouring gas on the fire.

What might your wife say if you approached her and said "honey, this year I'm going to commit adultery just three times. Once this month, again in July and one last time in December. But I won't touch anyone, I'm just going to masturbate to pictures of other naked women. But it's just me and pictures and I won't actually have sex with another person. Ok?"

Obviously your wife would be angry and deeply hurt. Why? Because she knows true love comes from the heart, and you're taking your love, which you've promised is hers alone, and giving it to another.

I know one wife who walked in on her husband while he was masturbating with with porn. Seeing her husband having sex with himself, with pornographic magazines spread out on the floor in front of him broke her heart. The trauma this couple went through was little different from what they would have experienced if he was caught with another woman.
    
Another wife of a man who struggles with sex addiction writes:

My husband and I have been married for a little over one year. He had a problem with pornography and has now been clean for over two years. To this day I struggle with the pain of this, and I don't know how to recover. I ask God to take the pain away so that we might be intimate without me remembering what he has done. I have forgiven him but I hurt so much. I will never be that picture, and how do I know he doesn't expect me to? I am to be loved, and how am I to satisfy a husband who can be satisfied by a picture of some fantasy woman I will never be, a picture of someone who will never be his wife? Men should know that if they have a wife, or plan to get married someday that it really does hurt her. My husband has grieved with me over the pain I have. Believe it or not it affects our sex life, and I can't keep it from entering my head...every time.

One of the biggest lies Satan whispers is "a little lust won't hurt you; go ahead, its just you and pictures. No one will know." The truth is that "just a little porn" is playing a big part in taking out many marriages. At a 2003 meeting of the American Academy of Matrimonial Lawyers, two thirds of the 350 divorce lawyers who attended said Internet porn contributed to more than half of the divorce cases they handled. They also said that “pornography had an almost non-existent role in divorce just seven or eight years ago.”    

My friend, you may not be a sex addict, but if you're dabbling in porn you're committing adultery and hurting your wife. You're also hollowing out your soul and wasting your character. "Casual porn use" is little different from sexual addiction, and it may be worse. Those who struggle with sex addiction often hit a hard bottom fast, which forces them to get help quicker. I've seen Casual Porn Users who've taken their sin well into middle age.  It doesn't need to be this way...


The Effects of Sex Addiction: The Effects of Lust




The Effects of Lust 

by Mike Genung


Our culture says that pornography, promiscuity and adultery are harmless fun. 
Some psychologists say lust is healthy.
Many use pornography thinking they’re not hurting anyone because “it’s just me and pictures.” 
Husbands and fathers think they’re not corrupting their wives and children because “the wife and kids don’t see what I’m doing”.
Singles think they’re not hurting anyone “because they’re not married”.
But sex addiction has devastating effects on the struggler with lust and those around him. What the sex addict can’t see is that:
Lust is his master.
       The Christian sex addict calls Jesus ‘Lord’ with his mouth, but then like Peter denies Him and turns to the goddess of lust. Sin takes a strong foothold in his heart as he lives trying to have both God’s love and lust’s “comfort”. But, “God is not mocked” and “by what a man is overcome, by this he is enslaved.” Like a crack addict, the sex ‘user’ is ruled by his compulsions to act out even though he hates what he’s doing. 
He’s isolated and empty.  
       The shame from his sexual acts and the fear of being exposed and rejected are powerful motivators that keep the sex addict trapped in isolation. He closes himself off, not realizing he’s creating a “vacuum of emptiness” inside.  This “vacuum of emptiness” is unbearable and so he “fixes it” by acting out sexually. But his acting out only produces more shame and emptiness, and a vicious cycle sets in. 
       To try to run from the mess he is on the inside, he fakes it on the outside. Some throw themselves into their career, mistakenly thinking the temporary successes of their job can fill their deep hunger for love.     
       Others try to use ministry. They put on their Sunday Happy Face and get “busy for God” making all the right noises to impress others with how good a Christian they are. But helping others can’t soothe their lonely and aching heart, and so the addict soon becomes a Pharisee.   
       Some try to fill their growing emptiness with food, drugs, alcohol, people (relationships) and of course more sexual acting out. But nothing satisfies and the addict’s emptiness only intensifies, keeping him trapped in the cycle of misery.
He becomes increasingly self-centered. 
       In his isolated state the sex addict becomes the center of his world. He obsesses about acting out, (or not acting out), his wants, his problems, how he is feeling at the moment, looking successful and what others think about him. All of this self-obsession causes ego buildup – and a critical judging heart.  He’s blind to the needs of others, especially those of his wife and children. 
       His wife is neglected and ignored and he makes little effort to do the things she likes. His kids, who need their Dad’s love, strength and affection are treated as little more than noisy distractions. He’s harsh and critical to his family, and little things set him off easily. Although he doesn’t know it, the stench of his self-obsession is painfully evident to the ones he loves. 
       His prayer and devotional times become short, infrequent, shallow and about him. “Lord forgive me, help me, give me, me me…”.  Intercession is an afterthought and praise is a duty. He stops enjoying God and forgets how to listen and be still.
His character rots. 
       Webster calls the heart “the vital center and source of one's being, emotions, and sensibilities”. This sensitive place deep in the man’s soul, where his strength and character are forged, is corrupted, distorted and hardened by the shame, selfishness and isolation of lust. 
      Instead of being the man of courage and integrity God has made and called him to be, he becomes “Weakheart”, a “man without a chest.” He loses his moral authority and the courage to do what’s right. Instead of being a fighter he becomes a passive weakling who hides from the challenges of life. He makes compromises he would never have dreamed of taking before in financial and other areas.  
      His work ethic suffers, and he doesn’t give his employer his best effort. He steals by using company time for acting out or other personal activities.
                                                                                                                  His perceptions, values and decision making processes are distorted.
       Although the Christian sex addict says that “God, family and others” are his priorities, the actions of his life say “himself, acting out, and trying to feel good” are his primary values. God and others fit in when it’s convenient or of necessity. 
      He doesn’t see how his decisions affect himself and others and he can’t see the devastating long term consequences of his choices. His distorted ambitions and his insecure and narrow perspective leave him prone to making big mistakes when crucial decisions need to be made both in his personal and professional life.  
       He’s blind to the fact that the course he’s on is destructive to himself, his family, his employer and the church. He wastes the gift of his short life and the chance to impact others in a positive way. 
       He engages in riskier sexual behavior, willing to throw everything away for something that will never satisfy, not realizing that “sin makes you stupid…”

If he’s single, he corrupts his future marriage. 
         Single men buy into the delusion that once they can have “moral sex” their problems with sex addiction will stop. What they don’t understand is their empty heart can’t be filled or healed by another broken person and getting married is not the answer to their problem. He doesn’t realize that what he does now will destroy his marriage later…
He gets physically sick more often. 
       The stress sex addiction puts on his immune system drags it down. Sex addicts get more colds and other respiratory infections, with longer recovery times.   
He becomes a mess chemically.
       Sexual addiction alters the shape of the brain and drains natural serotonin levels. The nervous system gets messed up. Deep sleep through the night is elusive and he often feels run down. Clinical depression, anxiety attacks and blood pressure problems start to creep in. Many sex addicts wind up on antidepressants or other medication to cope. Sadly, because they “feel a little better” on the medication they are deluded into thinking they’re not as bad off as they really are, and the journey of insanity continues until…
All joy in life is gone. 
       Because his “happiness” in life is based on fantasy, his hobbies and other interests cease to offer any enjoyment. Personal or corporate worship times, normally a source of joy, only intensify his feelings of shame. He forgets how to relax and just have fun and he won’t slow down because it forces him to face what he is inside. Life becomes drudgery. His answer ? More acting out to fill the Big Hole.
He deeply hurts his wife and children. 
       Because his wife isn’t the always-there-for-him centerfold of his delusions he rejects her. His wife is repeatedly fed the message that “she’s not good enough”, and he prefers pictures of other women to her. She dies inside as the man she committed her life to coldly rejects her. Dad’s self-centered emotional abandonment tells his kids that he doesn’t value them. As a result an open wound of rejection by the most important man in their life takes root. Because Dad is Weakheart his kids don’t get the discipline they need to shape and build strong character. Soon his kids learn that they need to “make it on their own without Dad”. Unwittingly, the sex addict has now set his own children up for the very sin that has kept him captive. 
Ministry opportunities are lost. 
       All of God’s unique spiritual gifts and abilities are buried in the garbage can of his lust. He is blind to others close to him that may be in need or even ripe for the gospel.
       Then there are ruptured families, unplanned pregnancies, abortion, money problems, STD’s, the financing of the porn industries, the corruption of the church and the moral disintegration of our nation.
He rejects the Lord 
       Jesus, the One Who loves the sex addict, died for him, and is waiting to help him is grieved as the addict says that “I want porn instead of You God.” 
 
       Most men don’t take sex addiction seriously because they don’t see how deeply they’re hurting themselves & others  and that they’re wasting the precious gift of their life.  
       If you’re struggling with sex addiction my prayer is that you take it seriously and do whatever it takes – now - to run from lust with everything you’ve got. 

Reconciling Yourself to the Fact of Sin

This is your hour, and the power of darkness —Luke 22:53


Not being reconciled to the fact of sin— not recognizing it and refusing to deal with it— produces all the disasters in life. You may talk about the lofty virtues of human nature, but there is something in human nature that will mockingly laugh in the face of every principle you have. If you refuse to agree with the fact that there is wickedness and selfishness, something downright hateful and wrong, in human beings, when it attacks your life, instead of reconciling yourself to it, you will compromise with it and say that it is of no use to battle against it. Have you taken this “hour, and the power of darkness” into account, or do you have a view of yourself which includes no recognition of sin whatsoever? In your human relationships and friendships, have you reconciled yourself to the fact of sin? If not, just around the next corner you will find yourself trapped and you will compromise with it. But if you will reconcile yourself to the fact of sin, you will realize the danger immediately and say, “Yes, I see what this sin would mean.” The recognition of sin does not destroy the basis of friendship— it simply establishes a mutual respect for the fact that the basis of sinful life is disastrous. Always beware of any assessment of life which does not recognize the fact that there is sin.

Jesus Christ never trusted human nature, yet He was never cynical nor suspicious, because He had absolute trust in what He could do for human nature. The pure man or woman is the one who is shielded from harm, not the innocent person. The so-called innocent man or woman is never safe. Men and women have no business trying to be innocent; God demands that they be pure and virtuous. Innocence is the characteristic of a child. Any person is deserving of blame if he is unwilling to reconcile himself to the fact of sin.

Siomay

SIOMAY

Setiap hari, sebelum anakku bangun, aku sudah harus berada di dapurku yang sempit menyiapkan semua bahan-bahan untuk kubuat siomay. Ya, aku memang hanya bisa meneruskan usaha yang orang tuaku wariskan. Tidak ada harta berlimpah atau sebidang tanah. Hanya sebuah rumah kecil dan keahlian membuat siomay saja yang kumiliki tapi hal itu sungguh aku syukuri. Namun ketika istriku meninggal karena sakit, aku merasa beban hidup ini begitu berat, karena Maximus, anak kami baru saja berusia 7 tahun.

Setiap pagi saat mengantar Maxi ke sekolah dengan sepeda tuaku, aku lalui sambil menitipkan siomay ke kios-kios yang kulewati. Siangnya sambil menjemput Maxi pulang sekolah, aku ambil semua siomay yang tersisa dan uang hasil penjualan siomay hari itu. Ketika daganganku habis, senang rasanya karena aku dapat menyisihkan uang walau sedikit untuk tabungan sekolah Maxi. Namanya juga jualan, kadang habis kadang tersisa banyak, namun aku berusaha untuk tetap semangat.

Satu-satunya semangatku adalah Maxi, ia harus sekolah yang tinggi agar hidupnya bisa lebih baik. Aku selalu berdoa agar kelak ia berhasil mewujudkan cita-citanya, yaitu menjadi dokter. Seperti yang sering ia katakan ketika kami melewati gang kecil menuju ke rumah. “Paa...aku ingin mainan dokter-dokteran ini...!” katanya memelas. Namun karena harga mainan itu cukup mahal, aku tidak bisa langsung membelikanya. Semakin hari setiap kali melewati tukang mainan itu, ia menangis semakin keras.

Rasanya aku sudah menghancurkan kebahagiaannya, ketika aku melihat ia meneteskan air mata karena aku tidak mampu membelikan mainan itu untuknya. Aku ingin ia selalu bahagia, namun dengan segala keterbatasanku, aku harus menahan semua kepedihan itu. Yang bisa kulakukan hanya memeluknya, memberinya pengertian bahwa satu hari nanti mainan itu pasti ia dapatkan. Puji Tuhan, dua bulan kemudian aku baru sanggup membelikannya. Melihat matanya berbinar saat memegang mainan itu untuk pertama kalinya aku sangat bersyukur dan bahagia.

* * * * *

11 September tahun 2010 ini, 30 tahun sudah usia Maximus. Aku dan istriku memberinya nama Maximus karena kami ingin ia tumbuh menjadi seorang yang kuat, bisa menjadi berkat untuk orang banyak dan takut akan Tuhan. Kini ia sudah berhasil menjadi seorang dokter. Bukan hanya karena usahaku, tapi karena ketekunannya belajar sambil bekerja paruh waktu selagi ia duduk di bangku SMP sampai kuliah. Ia memang tumbuh menjadi laki-laki yang kuat dan penuh semangat.

Sejak 5 tahun lalu, ia memintaku untuk berhenti berjualan siomay dan aku turuti karena aku juga ingin punya banyak waktu untuk bersama dengan anakku. Namun semakin hari ia semakin sibuk. Apalagi setelah ia menikah, kemudian ia pindah ke rumahnya yang baru. Pernah ia mengajakku untuk tinggal bersamanya. Tapi berat rasanya bagiku untuk meninggalkan rumah dimana pernah kulewati berbagai macam kenangan.

Ketidakhadirannya dalam rumah ini digantikan oleh kiriman uang setiap bulan. Dalam kondisiku seperti sekarang, aku sadar bahwa aku sudah tidak mungkin bisa menghasilkan uang lagi. Aku sudah mulai sering sakit-sakitan, hingga Maxi mengirimkan seorang perawat rumah tangga untuk menjagaku. “Inikah yang kucari selama ini?” sebuah pertanyaan besar selalu mengiang dalam pikiranku ketika malam tiba, saat aku tidak bisa memejamkan mata.

“Jadi...kapan kamu pulang?” tanyaku ketika akhirnya aku berhasil menghubunginya. “Iya, Pah...nanti Maxi mampir ke rumah Papa yah, tapi engga bisa minggu ini. Masih banyak kerjaan Pah,” katanya terdengar seperti tergesa-gesa. “Nanti teleponnya disambung lagi ya Pah, ada pasien gawat yang harus ditangani,” kemudian terdengar bunyi telepon terputus. “Maxi...Maxi...!” aku memanggil namanya berulang-ulang namun tidak ada jawaban.

Kini yang kurasakan hanya sepi, sesepi suasana di rumah ini. Kadang aku berpikir, “apakah orang lain seusiaku juga merasakan dan mengalami hal yang sama?” Aku hanya mampu membolak-balik album foto yang warnanya sudah mulai pudar. Namun setiap kali melihat senyum Maxi kecil saat berfoto bersama aku dan istriku di depan rumah tua ini, dalam kesepianku, aku bisa tersenyum bahagia.

* * * * *

Di sudut lain, di depan poliklinik, sebuah sedan hitam mengambil posisi parkir tepat di tengah papan kecil bertuliskan dr. Maximus.
“Oomm....siomay...Oom...” seorang anak remaja menghampiri Maximus yang baru keluar dari pintu mobilnya. “
Ooh...” Maximus sedikit terkejut, kemudian ia menatap remaja tersebut, “berapa?” ia bertanya.
“Sepuluh ribu isi 5 Om” kata anak itu dengan penuh harap agar dagangannya dibeli.
“Ok...saya beli 2 ya,” Maxi mengambil siomay tersebut dan menyerahkan uang Rp. 20.000,-.
Kemudian anak itu segera berlalu meninggalkan Maxi sendiri yang termenung memandanginya hingga menghilang di ujung jalan. Sambil memegang bungkusan siomay yang masih hangat, ia teringat masa kecil dulu. Saat ayahnya bersusah payah mengantarnya naik sepeda ke sekolah dengan membawa panci-panci berisi siomay di tangan kiri dan kanannya.

Tiba-tiba, kriiingggg.....kriinngg... “hallo...tuan Maxi?” terdengar suara seorang perempuan di ujung telepon memanggilnya.
“Yaaa...sus... ada apa?” Maxi menjawab dengan sedikit khawatir mendengar suara suster yang merawat ayahnya.
“Bapak...Tuan...tadi mengeluh sakit kepala, dan muntah-muntah” suara suster itu terdengar kecil sekali, “dan Bapak tadi tanya tentang Tuan, apakah Tuan ada telepon hari ini? Mungkin dia kangen sama Tuan, karena semalaman Bapak tidak tidur, hanya melihat-lihat foto Tuan saja. Tadi siang Bapak minta dibelikan siomay di pinggir jalan” suster itu menjelaskan dengan sedikit gemetar.

* * * * *

Selama ini aku salah mengerti Papa, yang diinginkannya ternyata bukan uang, kebahagiaannya ternyata bukan karena aku berhasil menjadi dokter tapi kehadiranku yang nyata yang dinantikannya. Melihat kondisi Papa yang terbaring lemah dengan muka pucat dan sepiring siomay di samping kasur yang sudah menipis, air mataku menetes. Setengah berbisik aku berkata “maafkan Maxi Pa...Maxi terlalu sibuk,” aku berlutut di samping ranjang papa, memegang tangannya yang kurus. Lama aku berlutut dan menyesali diri, kenapa aku membiarkan hal ini terjadi dan tidak peduli dengan perasaan papa selama ini.

“Maxi...,” suara papaku terdengar pelan. “Kapan kamu datang?” tanyanya sambil berusaha bangkit dan mengelus kepalaku. “Papa senang bisa melihat kamu datang, maafkan papa yang selalu mengganggu kesibukan kamu ya,” katanya dengan nada menyesal. “Engga pa...Maxi yang minta maaf... Maaf sudah membuat papa sedih. Kemudian tangannya memegang erat tanganku, dan kami berdua tersenyum haru, dan aku berjanji tidak akan membiarkan papa sendiri lagi.

Selamat hari Ayah.

Skenario by: Raymundus

SIOMAY
Dituliskan kembali oleh: tintin kristiana untuk Buletin PAROUSIA

Kamis, 24 Juni 2010

Doktrin Manusia

Doktrin Manusia

Siapakah itu manusia ?
Ada banyak manusia yang mempelajari jauh mendalam dan luas, mereka mampu mepelajari bintang yang berada nun jauh disana, mereka dapat mempelajari atom yang terkecil sekalipun namun mereka tidak mengenal akan dirinya sendiri. Mereka kehilangan akal bagaimana memahami diri mereka sendiri.

Ada banyak mereka mencari kekayaan namun mereka tidak mengenal akan diri mereka sendiri.

Siapa itu manusia ?
- Ciptaan Tuhan yang tertinggi (mahkota ciptaan)
- Manusia diciptakan seturut gambar dan rupa Allah

Bagaimana pandangan dunia untuk mengenal diri ?

Ada sebuah fabel mengenai seekor angsa yang hanya memiliki sayap yang kecil namun peri memberikan sayap yang besar namun sayap itu terbuat dari lilin. Peri ini berpesan jangan terlalu mendekat dengan matahari karena lilinnya akan leleh. Adapun demikian sang angsa lupa ketika dia terbang tinggi dan mendekat dengan matahari namun dia akhir jatuh karena sayapnya meleleh.

Manusia ketika lupa akan dirinya maka dia tidak tahu bagaimana dia dapat hidup

John Calvin pengenalan diri tidak terlepas dari pengenalan akan Allah.

Manusia tidak dapat memiliki pengenalan diri yang benar kalau dia tidak mengenal Allah.

Kalau tidak ada matahari maka kita tidak dapat melihat karena kegelapalan, dengan adanya matahari yang menyinari maka kita dapat melihat diri kita.

Bagaimana metode orang orang dunia untuk mengenal dirinya ?

Antropologi mempelajari manusia dibagi menjadi 2 yaitu individu dan sosial. yang mempelajari individu terbagi menjadi 2 mempelajari mengenai tubuh dan jiwa.

Metode yang dipakai adalah metode empiris.
yaitu hipotesa (suatu ide) kemudian diuji lewat dari pengamatan kemudian akan menjadi teori dan kemudia kalau dapat diterima secara luas maka dikatakan hukum.

yang ditekankan adalah observasi dan eksperimen. Kita membuat suatu ide, pendapat kemudian pendapat tersebut harus diuji kebenaran.

Apa kelemahan metode empiris ?
- Terbatas pada pengamatan faktual (terbatas pada yang dapat diraba rasakan) What is ? What ought ?
hanya dapat mengerti apa yang terjadi sekarang ini, bukan mengerti apa yang seharusnya.

- Terlalu banyak faktor yang tidak dapat dikondisikan, banyak faktor yang mempengaruhi yang tidak dapat dikontrol.

- Hipotesa bisa membawa pada suatu kesimpulan yang salah.

- Waktu kita mengamati manusia ada pencampuran antara objek dengan subjek. Manusia mengamati manusia yang tidak mengetahui siapa dirinya. Manusia mengamati manusia dengan cara pikir manusia.

Dapatkah kita mengenal diri kita dengan cara seperti ini ?

Bagaimana dengan metologi Kristen kita mengenal diri kita ?

Dengan pewahyuan. Kalau kita mau tahu siapa diri kita maka seharusnya kita bertanya kepada Tuhan pencipta kita. barulah kita mengetahui apa tujuan kita hidup.

Mazmur 19 : Tuhan memberikan pewahyuan kepada manusia ini menjadi dua yaitu wahyu umum dan wahyu khusus.

Pemazmur melihat alam, kemudian dia mempelajari akan firman Tuhan dan kemudian merenungkan akan dirinya.

Lewat dari ciptaan yang lain kita mengenal diri. Lewat dari firman Tuhan dan Firman yang Tuhan hidup kita mengenal siapakah diri kita ini.

Firman Tuhan yang menjelma manusia, Wahyu khusus yang berbicara dan Kristus menjadi gambaran sebagaimana manusia seharusnya menjadi. Dia menjadi gambaran yang seharusnya manusia menjadi. Menjadi yang sulung.

Hal yang paling jelas untuk dapat mempelajari manusia adalah melalui wahyu khusus.

kita tidak dapat menggunakan pikiran kita yang sudah jatuh dalam dosa untuk mengerti bagaimana manusia seharusnya itu.

Ketika jatuh dalam dosa kita kehilangan arah, kehilangan pandangan, kehilangan kaca mata untuk dapat memandang dirinya, manusia berada dalam kegelapan. Manusia hanya dapat memahami sebagian akan dirinya namun bukan memahami secara benar akan dirinya sendiri.

oleh karena itu untuk dapat kembali memahami siapakah manusia dan tujuan hidupnya. Manusia harus kembali pada kehidupan dimana Tuhan menjadi pusatnya.

Yang menjadi masalah sekarang ini adalah kehidupan kita yang berpusat kepada diri. Langkah langkah yang harus kita ambil untuk memusatkan diri kepada Tuhan adalah dengan terus makin mengenal akan Tuhan, dan hari demi hari menyangkal diri.

Jadikanlah Tuhan menjadi pusat dalam kehidupan ini.

Sifat Tuhan adalah bijaksana, kudus, kebenaran

kita sebagai gambar dan rupa Allah, kita memiliki potensi memiliki akal, manusia memiliki kesadaran moral, manusia memiliki kebenaran.

Dalam hal ini manusia memiliki fungsi sebagai : nabi, Imam dan raja

Dari sebelum kejatuhan pun manusia memiliki fungsi sebagai seperti ini.

Kristus yang menjadi gambaran yang utuh dari nabi, Imam dan raja.

Peranan nabi adalah peranan dimana Tuhan menyatakan diriNYA lewat perantara yaitu nabi yang menyampaikan akan kebenaran Allah.

Peranan Imam adalah menghantar umatnya masuk ke dalam kekudusannya. Manusia haruslah menjaga kekudusan.

Dan peranan sebagai raja bertujuan untuk menegakan dalam kebenaran










Kamis, 17 Juni 2010

Surviving & Thriving at Medical School

From Nucleus - October 2001 : (pp26-28)

Written by Mark Pickering

Medical training can be detrimental to our spiritual health. Mark Pickering suggests a few remedies.
One might think that medical school would be ideally suited to Christians. It offers the chance to study a fascinating subject, God's creation, along with a real opportunity to help those in need. However, for those that begin the course as Christians, many go cold in their faith and emerge from house jobs cynical, materialistic and virtually indistinguishable from their non-Christian colleagues, even abandoning their faith altogether. One leader put this figure as 60% for his group.[1] This is a sad statistic that should sober us.

Nucleus has carried a similar article before,[2] but a new academic year gives us chance to look at the topic a g a i n . We will consider particular pitfalls before offering some guidelines.

Pitfalls at medical school
A new environment
Being away from home gives us the opportunity to try new things, meet new people and establish our own identity. Whilst this in itself is not negative, it is very easy to be overly concerned with fitting in and being the person others like, rather than whom God wants.

Many of us have been brought up in Christian homes. But at medical school your history is unknown and your new friends may not care a bit if you decide to forget it all.

Student culture
Sadly this is not conducive to growing as a disciple of Christ. When the status symbols are alcohol intake and number of sexual partners, the possibilities for compromise are vast and easily fallen for.

Intellectual influences
University is a melting pot of different teachings and ideologies, from which we may have previously been sheltered. Philosophical naturalism (the idea that physical matter is all there is) underpins virtually all the teaching we receive. Medical ethics is often presented without reference to any external, transcendent standards, making it totally subjective.

We will meet passionate believers of a whole range of religions and philosophies, some of which we may never have heard of before. As we are asked difficult questions about our faith that we have seldom considered, we can end up confused and shaken, or believing that all roads lead to God and that all truth is relative.

Work
If you haven't already discovered, there is a lot to do! This of course is necessary, but we will be tempted to idolise our medicine. Idolatry is to accord any created thing the value and worship that should be given only to God himself. This neatly describes the attitude that many of our colleagues have to medicine.

The nature of the work is also relevant. Dealing with death and disease on a daily basis can leave us cynical and hardened as we struggle to cope with our own mortality and that of those around us.

All of these influences combine to wear us down gradually and unless attended to, we will either slowly harden or live fragmented lives, where our Sunday religious thoughts bear very little resemblance to our daily working mentality.

Survival skills
So much for some of the potential problems. We need to know what we can do in order to emerge from finals not only as good doctors but strong believers, having thrived in our faith during medical school.

Establish your Christian identity
Early on, be seen to be a Christian. If we are known as such it is harder to fall into compromise in terms of morals or denying Jesus. The longer we wait, the harder it becomes to let people know what we stand for.

Maintain your devotional life
Devote regular time to God and guard it jealously. Pray alone and with friends, especially if Christians are in your accommodation area. Study the Bible systematically and make sure you are applying it to daily life. Read other great Christian books that will challenge your thinking and lifestyle. Join the CU and also a local church - the CU is not a church and can't give you all that a good church can.

Share your faith
Whether to your friends or through organised CU/church evangelism, this is crucial to spiritual vitality. We may not all be evangelists, but we have the duty and joy of being a witness as and when we can. There is nothing better to ensure our own growth.

Have other activities
'Much study wearies the body' 3 and this is true of the soul, too. We need a mix of real rest and leisure (not just TV). Make the time to commit yourself to something Christian outside of studies, be it social action, a mission organisation or church home group. This helps maintain our focus and avoid only being with medics.

Choose friends wisely
'Bad company corrupts good character',[4] so whilst it's good to have non-Christian friends, we must be careful that we are influencing them for good, not the other way around. We need Christian friends that will challenge us to know and serve God better.5 Also, it's important to have some older, mature believers that we can look up to for advice and example.

Manage time and money
If you're tempted to think you have no time as a student, hang on tight! It only gets worse, so it is vital that you learn to prioritise those things that are most important, cut out those things that are unimportant or detrimental and minimise faffing and procrastination.

Similarly, we may have less money now than after graduation, but all the more reason to manage what we have well. Then we will hear, 'you have been faithful with a few things; I will put you in charge of many things.' 6 If we establish a frugal life and regular giving pattern now then when we have more money we can put it to even better use. Remember the real 'health & wealth' gospel - the healthy thing to do is to be generous with your wealth![7]

Live an examined life
Medical audit is all the rage; it's about looking back at what you've done, seeing what went well, what went badly and how you can do it better. Spiritually this is also vital.[8] Be accountable to close friends and consider keeping a journal.

Conclusion
There is no time like that at university, especially for opportunities in evangelism. There are certainly real difficulties but remember that years of heat and pressure can either make coal dust or a diamond - it all depends on how you respond. The above points will help to maintain vitality as we look to Jesus, the author and finisher of our faith.
References
Pople A, Pye K. Guidelines 102. The Christian Doctor - An Endangered Species. London: CMF, 1988:2
Lyttle, T. Medical School - a danger to your faith! Nucleus 1998; October:28-31
Ec 12:12
1 Cor 15:33
Pr 13:20
Mt 25:21
See also Pickering M. Medical Student Debt. Nucleus 1998; January:26-30
Rom 12:3; 2 Cor 13:5

Planning your Career


From Nucleus - Summer 2008 : (pp34-37)
Written by Sam Leinster
My original intention in studying medicine was to become a missionary doctor because I had an implicit belief, shared by many people, that ‘full-time Christian work’ was somehow more spiritual than working as a Christian in a secular job. This, I have since realised, is an idea that has no scriptural basis.
The apostle Paul makes it very clear that we should approach our secular jobs as if we were working directly for Christ, not for our line managers.[1,2] All Christians are full time Christian workers called to be salt and light to the world around us.[3] I never became a missionary, but looking back I can see how God planned my career and prepared me for it.
During my undergraduate training I rotated through a number of different specialties. While I was on each attachment I was convinced that ‘this was the career for me’, whether it was psychiatry, obstetrics or general practice. I became a surgeon because the last attachment I did before finals was an elective in surgery (I reckoned surgery was going to be my weakest subject in finals so I thought the elective would be a good opportunity for revision).
The consultant, who clearly saw things in me that I didn’t, suggested that I should consider surgery as a career because I had the right attributes for it. What those were he didn’t specify but no other specialist had ever suggested that I was suited for their specialty so I applied for surgical training. I became interested in education because someone was needed to give lectures to the nurses and paramedics in the hospital where I worked and my boss volunteered me.
At no time did I ever imagine that I would one day become dean of a medical school and yet I am firmly convinced that this is where the Lord wants me to be. This leads me to ask, how are you supposed to make career choices? What criteria should be applied in making those choices? At first sight my haphazard approach to career planning should preclude me from giving advice to anyone else. But it does show that when God is doing the planning the outcome is better than we could manage for ourselves.
These are difficult times
The external challenges facing anyone attempting to plan a career today are immense. As I write this the House of Commons Health Committee has just published its findings on Modernising Medical Careers (MMC).[4] The report is highly critical of the way change was introduced, particularly the Medical Training Applications Service. Everyone is aware that selection into specialist training was a disaster last year and is still problematic this year. In fairness, it must be said that the application process for the Foundation Programme is now working smoothly.
The report also highlights the increasing rigidity of MMC. The original aim was to increase the flexibility of training but the opposite has happened and training programmes are more tightly defined than they have ever been in the past. At the same time, the choice of career path has to be made at an earlier stage (mid-way through Foundation Year 2) than was previously the case. For those fortunate individuals who have known since they entered medical school what specialty they wanted to enter, there is no problem but for the majority there is little opportunity to try a variety of careers before finally settling for definitive specialist training. Even though by finals I knew I wanted to do surgery I did not settle on my final subspecialty (surgical oncology) until I was a lecturer.
The situation is even more uncertain for those who will qualify in 2010 and after. The Tooke Report [5] suggests further changes to postgraduate training. Some of the changes have been accepted by the government but others are still open for discussion. There is even debate going on about the need to introduce a national examination, either at the end of medical school or some time during the Foundation Years, that could be used to inform decisions about selection for training. How this would work is entirely unclear.
There are valid arguments for having aptitude testing as part of the selection process (eg are prospective surgeons good at making decisions on incomplete evidence?), but little evidence that academic ability predicts ability in a particular specialty. Should the people with the lowest marks get the best jobs on the grounds that they need more attention paid to their training?
Given these difficulties, how do you decide what career you are going to follow? We will look at this from two perspectives – firstly, the Christian principles that govern our choices and secondly, how we apply those principles in practice.
Christian principles
1. We are not free to make our own choices
As Christians we acknowledge the lordship of Christ,[6] which means that we must follow his instructions. Paul reminds us that ‘You are not your own; you were bought at a price’,[7] the corollary of which is ‘Therefore honour God with your body’.[8] In other words, all of our actions must be focussed on what God wants of us.
2. God has a plan for us
God clearly told the Israelites who were in exile ‘I know the plans I have for you’.[9] The New Testament confirms that God has a plan for us as Christians.[10]
3. God directs us if we are willing
Wondering if we are doing God’s will can give rise to severe anxiety. There are reams of books written on the subject of seeking guidance and following God’s will. We can be left with the impression that discerning God’s will is difficult and that it requires special spiritual exercises. God has promised that he will guide us. In fact, God tells us that while we plan, it is in the end he who decides what happens.[11,12]
4. Our central objective is to glorify God
It is important to remember that what we do in our professional life is secondary to our primary purpose of glorifying God,[13] but it is still an important part of that purpose.[14]
5. The church is the body of Christ
God has entrusted us with the task of doing his work on earth. It is through us that he brings help to those in need and extends his kingdom. He has given each of us specific gifts that are to be applied for the benefit of the body.15 As Christians our plans must be focussed on what we can contribute to the overall mission of the Church. This includes ‘caring for the sick’[16] but obviously extends much wider.
applying the principles
1. Pray about it
If we are honest, what we often do is ask God to make our plans happen. This is not prayer. Praying about your career is asking God to make his plans happen.[17] It would be very comforting if he would show us the whole game plan (eg ‘you will become president of the Royal College of Physicians and receive a knighthood for services to medicine’ or ‘you will work as a missionary in Brazil and see a great revival sweeping through your district’). But God guides us one step at a time: ‘The Lord directs the steps of the godly. He delights in every detail of their lives.’[18] This means that prayer about your career path has to be a continual exercise, not just something you do when you are applying for a job. On a practical note, it is very helpful to get a friend or friends to pray with you.
2. Examine your gifts
If you find psychiatry particularly enjoyable but struggle with dermatology, it is unlikely that the Lord is calling you to be a dermatologist. It is worthwhile talking to other people about what they see as your strengths. Sometimes colleagues or tutors will have a clearer idea of what you are suited to than you do yourself.
3. Learn about the options
Talk to people who are already following the career that you are interested in. Take time to go to careers fairs and exhibitions. Search the web for information. The National Health Service has a web page,[19] as does the British Medical Association [20] and each of the medical royal colleges.[21-23] There are books about medical careers but they rapidly go out of date as the career paths change. They can, however, give you an overview of what careers are available and what they entail. BMJ Careers provides more up to date information on particular topics. If you are contemplating working overseas for a period, contact the CMF international team (overseas@cmf.org.uk). They have an enormous amount of information and experience that they can share.
4. Make your choices
At some point you have to complete the application form and send it off. You cannot procrastinate forever. At this point you may be overcome by another attack of anxiety, wondering if you have made the right decision. Relax. If you believe God is guiding then you can accept that if it is his will for you to get the job you will, and if it isn’t you won’t.
5. No substitute for hard work
As medical students, you have a responsibility to God and your future patients to be diligent in your studies. If you believe God is calling you to a particular field, act in faith and take the necessary steps. For example, take opportunities to acquire relevant research experience (eg helping out with a project) and qualifications (eg PhD or MD) if you are pursuing an academic career.
No job offers?
It is difficult enough trying to decide what career path to follow. It is worse when every job application results in a rejection. This is the time to reassess your plans. When I was leaving the Royal Air Force (RAF), I applied for eight senior registrar posts and did not get short listed for any. With only two months to go before my RAF job finished I reassessed the situation and applied for a registrar post instead. I was invited for interview but did not get the job. Instead I was offered a one year post as locum lecturer which set me off on an academic career. What looked at the time like a difficult situation turned out to be an important part of God’s plan. The apostle Paul reminds us that ‘in everything God is working for the good of those who love him’. He goes on in the same chapter to remind us that nothing ‘…will be able to separate us from the love of God that is in Christ Jesus our Lord.’[24]
Remember God has a purpose for your life and true success is fulfilling that purpose whatever it turns out to be. You may become famous in medical circles; you may become well-known in Christian circles; you may live in total obscurity. What matters in God’s eyes is that you are faithful in the tasks he gives you and make full use of the opportunities he sends you to extend his kingdom.[25]

References

  1. Eph 6:5-8

  2. Col 3:22-24

  3. Mt 5:13-16

  4. www.tinyurl.com/6ctwts

  5. www.tinyurl.com/36kcdt

  6. 1 Pet 3:15

  7. 1 Cor 6:19,20

  8. 1 Cor 6:20b

  9. Je 29:11a

  10. Eph 1:11

  11. Pr 16:9

  12. Pr 19:21

  13. Rom 15:6

  14. 1Cor 10:31

  15. 1 Cor 12:7

  16. Mt 25:36

  17. Pr 3:5,6

  18. Ps 37:23 New Living Translation

  19. www.tinyurl.com/5l797n

  20. www.tinyurl.com/6fe7xe

  21. www.tinyurl.com/5qr5l4

  22. www.tinyurl.com/65rqpv

  23. www.rcseng.ac.uk/career

  24. Rom 8:28-39

  25. Mt 25:16