Minggu, 20 September 2009

Ujian dan pencobaan


Ujian dan Pencobaan 
GII Dago 
Tgl 20 September 2009
Arson Arunde

Perikop yang akan dibahas pada kesempatan kali ini dari matius 4, dan Yakobus 1. 

Mengenai pencobaan ini ada beberapa faktanya : 
Pencobaan ada, kristus saja dicobai 
Iblis mencobai 
Tujuan dari pencobaan ini adalah menjatuhkan. 

Di dalam pencobaan terutama pencobaan. Iblis kadang mencobai kita dengan hal keinginan dengan keinginan. 
Keinginan yang tidak terpuaskan.
Pertanyaannya adalah : 
Kapan cukup adalah cukup 

Dalam Yakobus dikatakan bagaimana pencobaan itu menjadi ujian bagian orang percaya. Sehigga dikatakan berbahagialah orang yang dalam pencobaan jikalau dia bisa melaluinya maka ia akan tahan uji dan dia akan mendapatkan mahkota. 

Mengapa ujian itu harus ada ? 
Ujian ada untuk menilai kualifikasi seseorang. Bagaimana kita dalam menilai seseorang kalau tidak ada ujian. Bagaimana kita dapat menilai keberhasilan sesuatu tanpa ada ujian. 

Pertanyaan dalam menilai sesuatu, Bagaimana kita membedakan ujian dan pencobaan ? 

Keduanya dapat dinilai dari akhirnya, namun kedua memiliki sifat yang berbeda. Ujian menilai kualitas dan kualifikasi, sifatnya positif. Namun cobaan bersifat menjatuhkan. 

Peristiwa yang sama dapat menyebabkan dua aspek, ujian dari pihak Allah dan pencobaan dari iblis 

Ujian yang diberikan Allah dapat ditunggangi menjadi cobaan bagi manusia. Sebagai contoh Tuhan memberikan  ujian kepada manusia supaya setia kepada Tuhan di taman getsemani, namun iblis mencobai dan membuat manusia jatuh dalam dosa. 

Pencobaan bagi Iblis dapat dipakai menjadi ujian bagi ALLAH. Bagaimana Allah mempergunakan pencobaan yang dialami oleh Ayub menjadi ujian bagai Ayub dan nama Tuhan dipermuliakan karena ketaatan yang dimiliki oleh Ayub.  

Bagaimana kuncinya menghadapi dan mencermati apakah ini adalah ujian dan pencobaan: 
Oleh karena itu berjaga jagalah 

Didalam suatu ujian dan pencobaan yang Tuhan ijinkan kita mengalaminya dalam hidup, Allah selalu memiliki tujuan. 

Tujuannya adalah membuat manusia semakin lama semakin serupa dengan gambaran Kristus. Tuhan ingin manusia menjadi sempurna dan complete. Hal ini diperlukan proses. 

Tujuan hidup kita menjadi keserupaan seperti Kristus. 

Ujian itu membuat kita sadar kita untuk bersandar dan bergantung pada Tuhan. Melalui ujian atau pencobaan yang kita hadapi, kita harusnya memiliki sikap untuk lebih bergantung kepada Tuhan. The more  of you the less of me. 

Pertanyaan: Apakah Tuhan bertahta dalam kehidupan kita 

Kita dituntut hidup dalam kekudusan dalam hidup kita 

Anggaplah sebagai suatu kebahagian kalau kamu ditimpa timpa oleh berbagai pencobaan. 

Kebahagian terjemahan adalah Joy yang berarti sukacita  

Sukacita adalaa karunia rohani 

Pada waktu kita menghadapi ujian dan pencobaan, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan : 


1. Minta akan hikmat
Kemampuan rohani melihat dari sudut pandang Tuhan
Memutuskan sesuatu sesuai dengan kehendak Tuhan 

Hikmat itu berasal dari takut akan Tuhan. Bersekutu dengan BAPA

Bagaimana teladan Kristus sendiri tatkala ia menghadapi pencobaan. Ia berdoa kepada Bapa untuk dikuatkan. 
Take a quite time with GOD

Berdoa kepada Bapa 
Contoh di getsemani 

2. Sejata yang kita miliki adalah dengan Firman Tuhan 
Lihatlah bagaimana Tuhan sendiri menggunkana Firman Tuhan itu dan kebenarannya untuk menangkal pencobaan iblis. Dengan memahami printah Tuhan kita memiliki kekuatan, dan firman Tuhan layaknya pedang. 


3. Allah tidak pernah mencobai
Karena mencobai bukan naturnya Tuhan. Tuhan tidak pernah mencobai karena Tuhan itu baik dan sangat baik.
berikut ini adalah ilustrasi yang menggambarkan kebaikan Tuhan

Anak cacat bikin roti bakar dan kopi untuk papa nya 

Suatu ketika dalam sebuah keluarga mendambakan seorang anak. Akhirnya keluarga ini mendapatkan seorang anak namun sayangnya anak ini cacat, ia idiot. Namun keluarga ini sangat mengasihi anak ini dan tidak pernah memperlakukan anak ini seperti bukan akan yang cacat. Setiap pagi sang ayah senantiasa dengan setia menyediakan sarapan bagi anak ini. 

Suatu ketika anak ini ingin memberikan dan menunjukan rasa terima kasih kepada Ayahnya. Pagi ini anak ini ingin membuatkan sarapan untuk papanya. namun anak cacat ini ia berusaha membuat sarapan pagi dengan kemampuannya. ia memuat roti panggang namun roti panggang itu gosong, ia membuat omlete namun dia hanya bisa memberikan telur mentah yang dipecahkan diatas roti yang gosong tersebut. Ia membuat kopi bagi papanya namun dia menaruh hampir penuh bubuk kopi yang memenhi gelas itu dan menyiramnya dengan air panas, ini merupakan kopi terkental yang pernah ada. 

Anak ini membawa hidangannya ini ke papanya. Ia mengetuk pintu kamarnya dan papanya membuka pintu. 
"papa hari ini tidak perlu membuatkan sarapan pagi,  saya sudah buatkan sarapan untuk papa. lalu dibawanyalah sarapan itu."
melihat sarapan itu yang terdiri dari roti gosong dengan telur mentah dan segelas kopi pekat, namun apa yang dilakukan sang papa.
ia mengambil roti tersebut dan memakannya dan meminum kopi tersebut hingga habis. 

sang anak bertanya, " bagaimana rasanya papa ?"

papa menjawab, " ini adalah sarapan pagi yang terenak yang pernah papa rasakan, karena dibuat oleh anak yang dikasihinya."


Kita seperti anak cacat itu. Tuhan adalah papa. Ia begitu mengasihi kita. dia mengenal dan mengerti siapa kita dan dia menghargai persembahan kita tatkala diberikan dengan ketulusan hati. 

dan dia meberikan kekuatan bagi kita untuk menghadapi pencobaan tersebut. 


Pencobaan yang kita hadapi tidak melebihi kekuatan kita. 


--
dr. Theo Audi Yanto

Minggu, 16 Agustus 2009

Jangan Berzinah

Jangan berzinah
Pdt. Timothy Liem

Keluaran 19:5-6
Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. 6 Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Inilah semuanya firman yang harus kaukatakan kepada orang Israel."
Kel 20:14
Jangan berzinah.

Kallau kita meruntut kembali pada penciptaan manusia, sebemum ada hukum taurat ini. Dalam kejadian 1, Allah melihat sesungguhnya semua itu sungguh amat baik, kejadian keberadaan manusia laki laki dan perempuan itu sungguh amat baik. Manusia supaya tetap kudus sebagaimana saat diciptakan oleh Tuhan. Tuhan menciptakan manusia dalam kekudusan dan semua itu sangat baik. Yang kedua, melalui kekudusan itu manusia dibawa membawa kehidupan berkeluarga yang bahagia. Sepatutnya, dalam keluarga suami istri layaknya sebagai partner yang membantu sama lain dan mendatangkan kebahagian. Kebahagian sejati lahir dalam kekudusan. Kesimpulan yang dapat diambil: kekudusan dan kebahagian adalah 2 hal yang Tuhan inginkan sejak dari penciptaan

Setelah manusia jatuh dalam dosa, manusia kehilangan kebahagian. Manusia mulai mengenal rasa malu. Marilah kita perhatikan keluaran 19:5-6. Tuhan memilih bangsa Israel untuk dikuduskan dan dijadikan umat pilihan untuk menghadirkan Mesias dengan menuntun mereka ke jalan hidup kudus.

Namun, bangsa Israel sendiri malah yang berzinah dan kawin campur, sehingga bangsa ini menjadi tercemar. Bangsa yang telah dikuduskan ini diberikan perintah oleh Tuhan secara khusus untuk tidak boleh berzinah, supaya bangsa ini menjadi bangsa yang tetap kudus dengan menaati hukum ini.

Maka perzinahan adalah termasuk hal yang dilarang dan dibenci oleh Tuhan.

Ilustrasi kasus: seorang anak muda yang sulit dapat tidur, setelah ia menonton film porno dan ia sejak saat itu ia dalam pikirannya terjebak dalam gambaran senonoh yang ada film porno itu, dan dia juga memiliki keinginan untuk menggagahi kakak perempuannya sendiri setiap kali melihat kakak perempuannya ini, pikiran sudah tidak kudus lagi, dan dia sangat tersiksa dalam kondisi seperti ini.

Ketika kita memikirkan perzinahan dan percabulan dalam hati kita itu saja telah berdosa. Walaupun tidak berbuah dengan perbuatanb sekalian. Inilah yang membuat manusia jatuh dalam dosa.

Apakah melihat melihat lawan jenis yang menarik kita berdosa? Jika kita memiliki keinginan dan mengingini dia sebagai objek dari suatu nafsu kita.

Waspadailah trilogi kejahatan !!

  • Ada perangsang

  • Ada peluang

  • Ada keinginan

Amsal 4:23



Tuhan berkata, jika seorang laki laki mengingini seorang yang sudah bersuami dan mengingininya ia sudah berbuat dosa

Perjalanan raja Daud. Daud berzinah dengan Batsyeba. Saat dia melihat Batsyeba, istria Uria, sedang mandi dan ia menginginanya. Ada perangsang ia melihat moleknya Batsyeba. Kemudian ada peluang, dimana dia dapat menaruh Uria di garis depan supaya dia dapat ditewaskan, sehingga ia dapat mengambil jandanya. Keinginan ini yang membuat Daud berdosa.

Bagaimana caranya kita menjaga kekudusan kita ?

Pertama,
Jagalah hatimu
, supaya terpancar kehidupanmu.
Maz 119:9-11
Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu. 10 Dengan segenap hatiku aku mencari Engkau, janganlah biarkan aku menyimpang dari perintah-perintah-Mu. 11 Dalam hatiku aku menyimpan janji-Mu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau.

Kedua,
Mengusai dan mengendalikan pikiran kita
Roma 1:26-28
26 Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. 27 Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. 28 Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas:

Pikiran manusia adalah salah satu anugrah TUHAN yang menjadikan manusia segambar dengan ALLAH.

Dengan pikiran manusia dapat menaklukan bumi, menggunakan teknologi. Manusia akan menjadi yang agung terpuji. Orang yang berilmu adalah orang yang dapat menjaga dan memelihara semsta, manuasia dalam kematangan dan kedewassanya akan mampu menguasai dan mengenadiklan pikiriannya sendiri sehingga tidak diisi hal hal yang najis dan cemar itu.

Jauhkan dan hindari gambaran dan tayangan tayangan yan dapat mempengaruhi pikiran kita!

Remaja-remaja yang melakukan coitus dilakukan di tempat paling aman. Dimana tempat yang paling aman itu adalah rumahnya sendiri.

Bagaimana seorang anak yang melihat orang tuanya menonton blue film, kemudian dia mencari dan menonton sehabis habisnya koleksi orang tuanya itu dan hidup dalam di dalamnya. Kemudian anak ini terjebak dalam kehidupan pornografi yang tiada berujung.

Dosa perzinahan ini, membawa konsekuensinya.

Perzinahan merusak citra gambar ALLAH, merusak moral dan menghancurkan kredebilitas

Perzinahan menghancurkan rumah tangga dan kebahagian keluarga, menanamkan akar pahit dan bibit dosa warisan.

Ilustrasi: di sekolah ada kehebohan, dimana diberitakan ada siswa yang hamil di luar negeri, saat ini anak gadis ini berumur 17 th, ternyata mereka adalah anak pengusaha yang terkenal, dan mereka kemudian dipindahkan ke luar negeri. Episode kedua, anak perempuan juga hamil di luar nikah di usia 15 th. Kehamilan ini adalah aib.

Roma 1:32
Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang melakukannya.

Perzinahan pasti diperingatkan dan dihukum oleh TUHAN

Dengan kekuatan Iman dan pertolongan ROH KUDUS. Marilah kita berusaha menjaga kehidupan yang kudus dan berkenan pada TUHAN!

Berbahagialah jika kita memiliki keluarga yang berjalan dengan firman Tuhan. Dan menjaga hati kita sesuai dengan firman Tuhan. Jangan memberikan peluang kepada Iblis untuk menipu diri kita. Dengan iman dan pertolongan roh kudus.

Amin...

Kualitas seorang maha putera kerajaan Allah

GBI Mason Pine, 15 Agustus 2009
Pdt Gideon Tanbunaan

Minggu ini, menjelang dirgahayu Republik Indonesia, Presiden SBY menganugerahkan bintang tanda jasa maha putera kepada putra bangsa yang berkarya dan mereka adalah pribadi pribadi yang memiliki kualitas yang tinggi, mereka adalah putra putra terbaik bangsa.
Sebagai warga kerajaan Allah, kita juga pun akan diberikan pernghargaan disematkan “tanda jasa maha putera: oleh Allah sendiri sebagai anak anak Allah yang setia. Namun apakah kualitas yang seharusnya dimiliki oleh seorang anak Allah yang baik ?
Serta menjadi anak anak Allah yang menyenangkan Tuhan ? Bagaimana caranya ?

Dalam kothbah kita pada hari marilah kita belajar dari kitab Wahyu, bagaimana Tuhan menuntut kualitas keimanan dari jemaat Efesus dalam bentuk pujian dan teguran.

Wahyu 2
"Tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Efesus: Inilah firman dari Dia, yang memegang ketujuh bintang itu di tangan kanan-Nya dan berjalan di antara ketujuh kaki dian emas itu. 2 Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta. 3 Dan engkau tetap sabar dan menderita oleh karena nama-Ku; dan engkau tidak mengenal lelah. 4 Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula.
5 Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat. 6 Tetapi ini yang ada padamu, yaitu engkau membenci segala perbuatan pengikut-pengikut Nikolaus, yang juga Kubenci. 7 Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, dia akan Kuberi makan dari pohon kehidupan yang ada di Taman Firdaus Allah."


Sekilas mengenai latar belakang kitab ini. Ini adalah kitab yang ditulis oleh rasul Yohanes di pembuangannya di pulau Patmos. Tuhan menyingkapkan pengelihatan kepadanya dan Yonanes diminta mencatata apa nampak dan didengarnya. Perikop yang kita baca ini merupakan surat kepada jemaat di kota efesus. Efesus adalah sebuah kota yang pada jaman modern ini menjadi bagian dari negara Turki. Kata Efesus berarti desirable, yang diingini. Kota ini memiliki berbagai kelebihan di antaranya kota ini memiliki kekuatan ekonomi karena kota ini adallah kekuatan perdagangan, dan secara politik kota efesus juga penting bagi kerajaan Roma karena lokasi sangat strategis secara geografis politik. Kota ini pun terkenal karena berdiri sebuah kuil dewi Artemis

Kemudian dikisahkan mengenai Paulus yang menggembalakan jemaat efesus. Bagaimana di kisahkan Jemaat Efesus jemaat yang bertumbuh dan dikenal atas kesetiaannya.

Berikut ini kita akan memperhatikan bagaimana kualitas yang harus kita miliki dan Tuhan harapkan sebagai “maha putera warga kerajaan Allah”

Pertama, baik jerih payahmu maupun ketekunanmu.
Yang menonjol dari kualitas pertama ini adalah etos kerja. Sebagaimana sejak manusia dari pertama, kita diperintahkan Allah untuk bekerja. Kita dipanggil untuk menjadi sebagai pekerja yang terus mengelola bumi ini. Ini adalah mandat dari Tuhan.
Pertanyaan kepada diri kita Are you a working person ?
Namun sering kali kita juga terjebak dalam kerangka berfikir dualistic (sekuler dan spiritual). Boleh jadi kita bergiat di gereja dan pelayanan namun dalam pekerjaan sehari hari kita malas malasan dan menjadi batu sandungan bagi orang lain. Sebaliknya ada juga tipe orang yang bekerja di dunia pekerjaan dengan baik namun dia tidak mau terlibat dalam pelayanan. Ini adalah dunia Bapa, Tuhan memerintahkan untuk mengupayakan bumi ini. Pekerjaan yang kita miliki adalah pelayanan kita bagiNYA. Oleh karena itu apakah kita sudah memberikan yang terbaik bagi Tuhan dalam pekerjaan kita sebagaimana yang dituliskan oleh rasul Paulus kepada jemaat Kolose.

Col 3:23
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

Seorang Kristen seharusnya memiliki quality control seperti ini. Terus bertanya dalam hatinya dan menilai pekerjaannya. Sudahkah saya memberikan yang terbaik bagi Tuhan dan melakukannya sebagaimana kita melakukannya untuk Tuhan. Kita tidak hitung hitungan dalam pekerjaan kita.

Apakah kita mau go the extra mile, while other stop and say that is enough ?
Apakah kita mau Your until your butt off ? bekerja hingga hampir mati rasanya ?
Do we do the best ?

Kualitas mental dan sikap seperti ini lah yang menyenangkan Tuhan. Hal ini sudah jarang kita dijumpai dari seorang Kristen. Seorang Kristen yang bekerja dengan kesungguhan hatinya. Seorang dengan mental seperti ini dapat menggoreskan catatan tersendiri dalam sejarah dan menjadi manusia yang benar benar berkualitas. Mungkin dia bukan memiliki yang terbaik dari apa dimiliki sebagai seorang manusia namun orang seperti ini mau memberikan yang terbaik dari dirinya bagi Tuhan dan sesamanya. Hal ini lah yang menyenangkan Tuhan !!

Amsal 22:29
Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang orang hina.

Mazmur 127

Cerita Rudi Hartono
Rudy Hartono adalah seorang pemain bulu tangkis terbesar dalam sejarah. Dia adalah legenda, dia adalah maestro. Juara 8 kali All England, 7 kali berturut turut. Belum ada orang yang memecahkan catatannya ini. Namun kualitas apa yang dimilikinya ? Orang akan mengenang tahun 1974, ketika tampil di final berhadapan dengan Punch Gunalan, pemain Malaysia yang memiliki pukulan yang sangat komplit dengan pukulan smesh yang sangat mematikan. Saat di final, Rudy tertinggal 6-14, namun kemudian mampu membalikan keadaan dan menang dengan dramatis 17-14. Drama ini tidak berakhir begitu saja, ada cerita lain dibalik kemenangan ini. Rudy mengalami cidera yang serius di kakinya. Di final ini, kaki Rudy berdarah, kakinya penuh dengan lecet. Empire yang meminpin pertandingan sempat menghentikan pertandingan untuk memberikan Rudy mendapatkan perawatan, dan Rudy kembali meneruskan pertandingan hingga titik akhir. Kemenangan yang fantastis dan kekalahan yang hampir diterima oleh akal sehat oleh Punch Gunalan. Bukan kualitas pukulan yang mengalahkan Punch, namun kualitas mental seorang Rudy yang mengalahkannya. Rahasianya adalah Rudy tidak memperhatikan angka saat ini, untuk setiap service yang dia miliki, ia hanya memikirkan bagaimana dia melakukan apa yang terbaik yang ia miliki, hal yang lain tidaklah penting.

Tahun berikutnya, dalam upayanya memenangi gelar all England ke 8, ia berdahapan dengan Svend Pri untuk ketiga kalinya di final. kali ini, Pri berhasil mengalahkannya mengalahkan. Svend Pri begitu senangnya, namun ia berkata, “there no way in other occasion, I can beat this guy anymore, He is the best !” Setelah itu memang Svend Pri tidak pernah lagi menang dari Rudy, sementara Rudy memenangkan gelar ini, dan merebut gelar ke 8 tahun berikutnya, dan mencatatkan namanya dalam sejarah.

Rahasia berikutnya, Rudy adalah seorang atlet dan pribadi yang sangat disiplin ia selalu hadir latihan 30 menit sebelumnya dan menyelesaikan 30 menit lebih lama dari rekan rekan atlet yang lainnya. Inilah yang membentuk seorang Rudy Hartono. Dia adalah orang yang mencintai Tuhan dan memberikan kesaksian bagi dunia ini.

Ketika seorang memberikan apa yang terbaik yang dimilikinya, ia dapat menjadi yang terbaik !

Memberikan yang terbaik yang kita miliki menentukan kualitas kita.
Willingness give the best for, determine the quality of a man !

Kuncinya hidup dengan dan bersama dengan Allah !

Kedua, hidup kudus !
Walaupun orang ini lemah dan tidak besar dalam pandangan manusia namun tatkala orang ini menjaga hidupnya tetap kudus, orang ini memiliki wibawa Allah.
Dia menjadi karakter yang beritegritas, menjadi karakter yang tidak dapat disepelekan orang lain. Orang seperti ini akan selalu dipandang orang lain sebagai karakter yang tidak bercacat cela.
Dunia ini penuh dengan orang pandai, kaya namun kehidupannya sangat bobrok hal ini mendatangkan duka bagi Allah.

Beberapa lama yang lalu ini saya menghadiri sebuah konferensi pemimpin gereja di seluruh dunia. Sudah sering kita membahas mengenai kualitas pemimpin yang sukses, kuat, yang berkarakter, pemimpin yang cakap, namun bagaimana dengan topik mengenai pemimpin yang kudus ??

“The holy leader”

sekarang ini kita kita terlampau melihat pada kesuksesan, namun kita terlampau memperhatikan berkat. Adapun, kekudusan adalah suatu prasyarat jika seorang berhasil di hadapan Tuhan. Ini yang dituntut oleh Tuhan


“…Succesful is blessing, holiness is qualification”

Chuck Swindol, seorang penginjil besar di Amerika berkisah betapa sulitnya menjaga kekudusan. Suatu ketika ia diminta berbica di sebuah kota dan dia tinggal di sebuah hotel, di kota itu tidak ada yang mengenalnya. Malam itu, ia naik lift menuju kamarnya. Ia bersama dua orang wanita cantik, yang tidak lain adalah pelacur. Chuck bertanya dimana kamar kalian, kedua gadis ini mulai menggoda kami dapat tinggal di kamar mana saja, di mana kami dapat menemani. Secara birahi, Chuck mengakui adanya godaan ini, lalu ia berdoa supaya dapat menjaga kekudusannya dan keluar dari jerat godaan ini. Ketika pintu lift terbuka, ia dikuatkan untuk berkata bye.. bye.. good nite ! dan keluar dari godaan kedua pelacur ini dan kembali ke kamarnya.

Dalam doa Bapa Kami, “… Janganlah bawa kami dalam pencobaan namun lepaskanlah kami dari yang jahat..”

Semakin tinggi seorang dalam Tuhan semakin kuat juga Iblis akan merongrong.

Kita belum tentu menjadi orang yang sempurna namun kita mau hidup dalam kekudusan. Dalam kehidupan ini mungkin kita juga akan terpeleset, namun orang yang mau hidup dalam kekudusan, jika ia terpeleset dia akan mau dan lekas kembali memperbaikinya.

Seorang professor di Fuller Theology Seminary mengatakan ada dua kekudusan yaitu:
  1. 1.Defensive Holiness, dimana kita terus menjaga kekudusan kita baik bagaimana pun keadaannya.
  2. 2.Aggressive holiness, inilah kualitas kekudusan yang dimiliki oleh Yesus. Seorang yang kudus pergi ke tempat yang tidak kudus dan menjadikannya kusus.
Ketiga, menderita akan namaku, namun ia tekun bertahan
Kualitas seorang yang mau menderita dan menderita bagi Tuhan, bukan menderita karena kesalahan yang dibuatnya. Melalui penderitaan dan kesulitan, Tuhan mempersiapkan dan membentuk kita menjadi pribadi yang berkenan bagiNYA. Melalui penderitaan, Tuhan memurnikan kita supaya kita dapat melihat apakah ada jati diri Tuhan dalam diri dan hidup kita.

Seorang kristen memiliki kualitas yang berbeda dengan orang lain. Dimana semua orang menghindari penderitaan dan memilih hidup yang menyenangkan. Namun orang Kristen dapat berbahagia dalam penderitaan. Dalam bahasa yunaninya dituliskan makarios !! Joy in the pain !!

John Galager, mengisahkan dalam bukunya Dancing in the rain
Suatu kekita ia pergi ke sebuah konser dan ia melihat seorang anak cacat yang duduk di kursi roda dia bermain piano kemudian setelah itu ia bernyanyi dengan betapa indahnya. Setelah pertunjukan ini kemudian diputar video yang mengisahkan anak ini. Anak ini lahir buta dan ia memiliki sendi tungkai yang lemah sehingga dia lumpuh dan tidak dapat berjalan. Usia 2 tahun walaupun buta, anak ini memiliki talenta yang luar biasa ia dapat membedakan nada dan mampu memainkan twinkle twinkle little star. Prestasi akademisnya juga luar biasa, ia mendapatkan hampir semuanya A dan hanya satu nilai B. kemudian anak ini berkata,

“God didn’t give me the eye to see and the ability to walk,
but HE give me the talent to play music
And I will the best for God”

Keempat, meninggalkan kasih mula mula
Ini yang menyedikan bagi jemaat Efesus. Mereka kehilangan kasih mula mulanya. Kasih di antara mereka dan semangat untuk mengasihi Tuhan dan sesama mereka sebagaimana mereka mengenal Kristus pada mulanya. Mereka hidup dalam rutinitas namun semangat dan gelora mereka meredup.

Dalam hal ini bagaimana kasih mula mula kita kepada pasangan kita, bagi pasangan yang telah menikah sekian lama.

When the last time you look deeply into your spouse, look her with compassion and love as you see her for the first time ?

Suatu kebiasaan saya untuk tetap memelihara kasih mula mula ini saya merangkul pasangan saya dan berdoa bersama.

Kapan kamu mendekat kepada Tuhan, datang bukan karena kita dalam kesusahan atau dalam kesukaan namun datang karena Ia adalah Tuhan

Come near to Thee, not because any other reason, but just because He is God...

Apa yang menjadi motivasi kita bernyanyi untuk Tuhan... bermain musik untuk Tuhan...
Dalam pelayanan perhatikan baik baik, apakah kita melakukan semua ini untuk Tuhan atau untuk diri kita sendiri, apakah ketika kita senang melayanani karena dampak dari psikologi massa (mass psychology) atau kita berbahagia di dalam Tuhan.

Just play for God... play it from your hear, rejoice !!! because He is deserve it !!

Sebagaimana bayi yang merasa tenang tatkala didekap erat di dada ibunya dan mendengarkan detak jantung ibunya. Demikianlah kita tenang tatkala kita dekat dengan Tuhan.

Bagi jemaat yang belum menikah
Maukah berjanji mengasihi keluargamu, ayah, ibu dan saudara-saudaramu ?
Dan berdoa kepada Tuhan kiranya memberikan pasangan dimana kamu dapat berbagi kasih Allah.

Bagi pasangan mulai ingatlah kasih mula mula kalian, dan pelihara kasih itu senantiasa.

Statement of faith

Tuhan Yesus aku percaya bahwa aku bekerja berjerih payah dan teguh aku mendapatkan berkat, perkejaaan tangan ku berhasil
Tuhan aku berjanji dengan kekuatan roh dan firman Tuhan untuk senantiasa menjaga kekudusan
Tuhan aku berjani untuk tetap setia dalam penderitaan, dan kiranya Tuhan yang memberikan atas kesetiaan kami.
Kami berjanji untuk senantiasa mengasihi Tuhan dengan kasih kami yang mula mula
Kami berjanti untuk terus mengasihi pasangan
Bakarlah kami Tuhan dan jadikanlah kami menyala
Membagikan kasih untuk sesama
Dan kami beroleh berkat dari Engkau…




Kamis, 06 Agustus 2009

Ibrani 1:8-9

Kotbah DVD Stephen Tong
Ibrani 1:9
Tetapi tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran.

Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu."


pertama-tama akan membahas mengenai tahta kekuasaan yang abadi. Di dalam dunia ini tidak ada kekuasaan yang abadi, tidak ada orang yang bertahta terus menerus, tidak ada dinasti yang tidak lekang akan waktu. Kekuasaan mereka berakhir.

Tjin hsi Huang, kaisar besar di Cina, yang membuat tembok besar Cina dan kuburnya yang lengkap dengan teracota warrior, membawa kemasuran bagi dinasti Chin, dinasti pertama di Cina. Kerajaannya runtuh karena terjadi proses regenerasi kekuasaan yang tidak langgeng, kerajaan hanya bertahan 16 tahun setelah meninggal. Oleh karena itu tidak ada kerajaan yang abadi di bumi ini.

Tidak ada kekuasaan yang abadi. Sejarah sudah membuktikan hal itu Nebukadnezar, xerxes, Alexander, Julius Caesar, Marcos, Suharto semuanya berakhir kekuasaannya.

Hanya Kristus lah yang memiliki tahta dan kekuasaan selama lamanya. kekuasaan Allah, kerajaan Allah yang tetap ada seterusnya dan selamanya.
Dikatakan dalam ayat 8, mengenai anaknya hal ini merujuk pada Kristus adalah yang adalah anak domba Allah yang tersembelih dan dengan darahnya yang telah membeli dan menebus bangsa-bangsa. Anak ini bertahta dan tahtanya kekal,

Sebagai orang Kristen siapakah yang bertahta di dalam hati kita ?

Kemudian bagaimana kerajaan ini ditegakkan oleh kebenaran. Kerajaan Allah adalah kerajaan yang berdiri atas kebenaran, berbeda dengan kerajaan yang lainnya. Mengapa penting dan terutama dalam hidup kita untuk mencari kerajaan Allah dan kebenarannya.

Bagaimana orang yang duduk diatas tahta, mencintai keadilan dan membenci kefasikan maka dunia akan menjadi tentram. Naum kebanyakan manusia tidaklah demikian. Manusia yang memiliki kekuasaan itu mereka mempergunakan kekuasaan mereka untuk mencari kepentingan diri sendiri.

Dalam bacaan kita hari, hal ini muncul komponen tritunggal: Allah Bapa mengurapi Kristus dengan Roh kudus.

Kata keadilan dalam ini dipergunakan adalah dikayosune, mencintai sikap kebenaran-keadilan.
kata ini memiliki arti yang dalam tidak ada padanan katanya dalam bahasa Inggris dan Indonesia. kata ini berarti keadilan dan kebenaran, maksudnya adil, kadang yang adil itu belum tentu benar, namun ini adil dan benar, dan benar yang adil jadi keadilan-kebenaran

Jika seorang tidak memiliki sifat dikayosune ini maka akan sulit menjadi pemimpin

Kerajaan Allah pemerintahan adalah didasari oleh prinsip dikayosune

bicara mengani minyak urapan tanda suka cita ini, pak Tong menjelakan bagaimana adanya suka cita dalam pelayanan, pelayanan yang dilakukan dengan sungguh sungguh dan dalam kebenaran dalam prinsip mencari mencari, bekerja dalam kerajaan Allah dan kebenarannya. berarti kita juga menanggung resiko untuk menegakan kebenaran ini walaupun keras dan pedih, dan tidak mengenakan. Pelayanan adalah sarana dan proses pertumbuhan, tidak ada pelayanan yang bersifat instan

Kemudian merujuk pada cerita mengenai murid murid diutus berdua dua untuk mengabarkan injil dan mempertobatkan. Di saat yang sama itu juga, Yesus bekerja di ladang yang sulit. Hasil yang dicapai oleh murid murid luar biasa, mereka bersukacita karena mereka menuai banyak jiwa, namun pelayanan Yesus, tidak satupun ada yang bertobat. Apakah kemudian Yesus bersusah hati? tidak, Dia tetap bersuka cita karena dengan setia telah mematuhi kehendak BapaNYA.
Bagaimana Kristus menanggapi sukacita mereka. Kristus berkata
“Janganlah cepat bersukacita, tapi bersuka cita jika namamu ada di buku alhayat, buku hidup di sorga.”

sebuah mobil yang baru lambat laun akan rusak jikalau mobil tersebut tidak dirawat dengan baik. Mobil walaupun baru jikalau tidak diganti olinya secara teratur maka lama kelamaan akan rusak mesinnya.

Minyak sorgawi juga seperti itu, pelayan juga seperti itu yang terus diberikan urapan minyak sukacita apa artinya kepenuhan roh kudus, untuk dapat memulihkan, memberikan senantiasa sukacita yang dapat berperan sebagai pelumas untuk mesin, sukacita juga membuat kita menjalani tugas pelayanan dengan ringan.

Jika Kristus kalau dihina dikecam, ia memberikan darahnya untuk mengampuni mereka. bagaimana dengan kita ?

Ada kerelaan minyak suka cita yang membakar hati untuk melayani.
Dan penuh dengan sukacita. karena mengetahui siapa yang dilayani, bekerja bagi kerajaan Allah dan kebenarannya.

bagaimana seandainya kita melakukan tugas kita namun tidak ada kerelaan, tidak ada “minyak”. suatu ketika ada anak yang diasuh oleh baby sister, anak ini rewel dan menangis terus. hal ini membuat si baby sister terganggu dan ketimbang dia mengasuh, dia ingin supaya hidupnya nyaman, maka anak dipukul saat dia menangis dan diperlakukan dengan kasar dan kekerasan bahkan hingga membuat anak ini cacat. kedua orang tua sibuk bekerja. mereka baru mengetahui kejadian ini secara nyata setelah mereka menaruh CCTV di rumah mereka dan benar sajat kejadiannya begitu mengenaskan.

Tatkala melakan pelayanan tanpa ada kerelaan, tidak ada sukacita.

Dalam keluarga jika tidak ada kerelaan diantara kedua pasangan dalam melayani diantara mereka, atau anak anak meraka lebih baik tidak usah membentuk keluarga.

Kristus melayani Tuhan, dengan kerelaan penuh, tanpa mementingkan kepentingan diri. Mengikuti kehendak BapaNya di sorga.

ilustrasi berikuti ini mengisahkan kerelaan yang keliru dan membutakan. Cerita ini mengisahkan seorang pria paruh baya yang sedang sakit dan anak perjakanya. Suatu saat, sang ayah meminta tolong kepada anaknya untuk pergi ke apotik membelikan obat untuk ayahnya. Namun jawab anak ini, “saya tidak mau ini sudah malam, saya mau beristirahat, nanti besok pagi saja!” sementara ini ayah kembali ke kamarnya,dengan perasaan yang hancur dan ia terus batuk batuk.
tidak lama kemudian, menjelang tengah malam, terdengarlah ketukan di pintu gerbang. ketika dilihat, ternyata pacar sang perjaka ini datang. Sang pacar meminta pemuda ini untuk menemani membelikan obat untuk ayah sang pacar yang sakit. sang pemuda ini tanpa berfikir lagi menyanggupi permintaan sang pacar, dan mengorbankan waktu istirahatnya.

dari cerita ini kita juga lihat melihat bias dan bagaimana cinta yang buta membuat buta mata hati kita dan tidak lagi dapat melihat prioritas, dan penghormatan yang seharusnya. Hal ini terjadi karena tidak ada kebenaran di dalamnya.

ada suatu rahasia yang Tuhan bagikan bagi kita:

Mat 11:25
25 Pada waktu itu berkatalah Yesus: "Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. 26 Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. 27 Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya. 28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.

Latar belakang
ayat ke 20
Lalu Yesus mulai mengecam kota-kota yang tidak bertobat, sekalipun di situ Ia paling banyak melakukan mujizat-mujizat-Nya:

Rahasia bersuka cita adalah terus mencintai keadilan dan membenci kejahatan, dan roh kudus akan mengurapi engkau dengan urapan minyak suka cita.



Senin, 03 Agustus 2009

Logos Lecture: Karunia roh

Karunia roh

Sekarang ini banyak penyelewengan dan pemahaman yang serong mengenai karunia roh. Beberapa gereja berpandangan mengenai karunia roh, bahasa roh, dipergunakan sebagai suatu patokan untuk menilai kerohanian seseorang, bahkan menjadi suatu standar untuk boleh tidaknya melayani.

Yoh 14:16-17

16 Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya, 17 yaitu Roh Kebenaran. Dunia tidak dapat menerima Dia, sebab dunia tidak melihat Dia dan tidak mengenal Dia. Tetapi kamu mengenal Dia, sebab Ia menyertai kamu dan akan diam di dalam kamu.

Siapakah roh penghibur itu ?
Yoh 16:5-15
Berdoa...

Karunia roh

Roh kudus diberikan bagi gereja. Roh kudus turun, maka gereja pertama terbentuk. Roh kudus yang mempertobatkan. Sekali diberikan roh kudus, maka tidak akan pernah hilang. Ia akan menegur, dan Tuhan tidak akan menelantarkan kita.

Roh kudus memperlengkapi orang untuk mempelengkapi gereja, unntuk memuliakan Kristus, bukan untuk membanggakan diri. Roh kudus memiliki kemampuan menginsafkan seseorang, dan mencelikan keberadaan seorang akan dosa. Roh kudus yang melahirbarukan seseorang, dia yang membukakan hati.

Jika orang yang kitalakukan PI, jika kemudian roh kudus itu hadir maka dia akan mencelikan dan mempertobatkan orang itu dan roh yang sama pula yang memberikan penghiburan dan suka cita karena keselamatan tersebut.

Mari kita membaca:

Mat 3:11

Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.

Mar 1:8
Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus.

Luk 3:16
Yohanes menjawab dan berkata kepada semua orang itu: "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.

Yoh 1:31-33

Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel." Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: "Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya. Dan akupun tidak mengenal-Nya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus.

Kis 1:5

Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi tidak lama lagi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.

Kis 11:16
Maka teringatlah aku akan perkataan Tuhan: Yohanes membaptis dengan air, tetapi kamu akan dibaptis dengan Roh Kudus.

Tuhan yang memberikan karunia roh kudus

1 kor 12:13
Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.

Hanya satu kali saja seorang akan mengalami babtisan roh kudus. dan tidak sama sekali harus ditandai dengan lidah api atau dimanifestasikan dengan bahasa roh.

Bagaimana kita memahami dan menyingkapi hal ini ?
Babtisan roh kudus dimana memalaui roh kudus kita dipertobatkan dan dapat mengerti akan dosa dan memampukan kita untuk menerima anugrah keselamatan dari Tuhan, dan kita dibasuh dan menjadikan kita anak anak Allah.

Karunia karunia roh
Karunia berdasarkan jabatan

1 kor 12:27-29

27 Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya. 28 Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. 29 Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat,

Dalam hal ini paulus menuntun kita untuk memahami akan karunia jabatan. Karunia dari rasul, nabi, pengajar. Kemudian karunia karunia lain yang akan kita lihat berikut ini

Efesus 4:1-8

Bagaimana kita dapat peka akan karunia karunia dari Tuhan? Bergaul dengan Tuhan.

Untuk masa kini rasul dan nabi untuk saat ini sudah tidak lagi ada panggilan tersebut. Dalam hal ini waspadailah dan berhati hati akan pemahaman dan pengajaran yang menyimpang dalam hal ini.

Penympangan ini terjadi bagaimana memahami dan tujuan dan dasar dari karunia ini

Kristus harus menjadi dasar

Efesus 2:20
yang dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru.

Karunia jabatan ini jarang sekali, tingkatan kedua adalah

28 Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh.

Berasarkan tingkatan:
1. Karunia jabatan
2. Karunia mujijat, penyembuhan, melayani
3. Karunia pemimpin
4. Karunia bahasa roh

Ada beberapa gereja yang mementingkan atau menekankan salah satu akan karunia ini.

Karunia ini harus diberitakan dan dipergunakan dengan pemahaman yang sebaiknya baiknya. Janganlah kita menjungkirbalikan urutan tingkatan ini, sehingga menjadi kacaulah pelayanan dan tubuh kristus.

Karunia pelayanan :

1kor : 4-11

Ada rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh. 5 Dan ada rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan. 6 Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib, tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang. 7 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. 8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. 9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. 10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. 11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya.

Sesungguhnya tidak ada orang kristen tidak ada yang mendapatkan karunia.

Diskusikan apa beda karunia dengan talenta ?

"Talenta yang dikuduskan oleh roh kudus itu menjadi karunia.", Stephen Tong

Jangan sombong akan talenta kita dan jangan bermegah akan kelebihan kita pelayanan Tuhan tidak perlu kita namun bagaimana kita bersyukur kalau kita diberikan kesempatan untuk berbagian dalam pelayanan Tuhan.

Jangan merasakan diri mampu, namun kenyataan hidupnya tidak dikuduskan untuk Tuhan.

Apakah kita sudah menyerahkan diri kita untuk dikuduskan, dan belajar untuk merendahkan hati di hadapan Tuhan ?

Jika Tuhan berikan kepercayaan maka itu
kembangkanlah namun jangan bermegah akan hal itu.

Karunia roh apa yang anda miliki?
kita harus mulai dan terus menggali akan hal itu !
tujuannya adalah kita mengembangkan apa yang Tuhan telah berikan untuk membangun tubuh Kristus itu sendiri.

Berdoalah senantiasa, untuk terus membuka diri akan karunia ini.

Karunia berkata kata, bagaimana orang dapat berkata kata dengan tepat dan bagaimana dengan kata kata dapat menyampaikan berkat bagi orang lain.

Karunia iman, contoh-contohnya adalah cerita bapak panti asuhan yang percaya walaupun saat itu tidak ada makanan bagi anak anak panti asuhannya.
cerita mengenai logos yang sudah 3 tahun, bagaimana beriman Tuhan akan tetap jaga pelayanan ini, dan tetap menjadi saluran berkat bagi orang lain.

Karunia penyembuhan, ada namun jangan dipropagandakan.

Karunia mengadakan mujijat, hal ini lebih luas lagi, jangan mematok adanya mujijat dulu baru pertobatan atau mendekatkan seseorang sama Tuhan.

Karunia bernubuat, kalau tidak sesuai, bernubuat memberitakan visi, dan menggerakan orang untuk berjalan akan kebenaran.

Karunia membedakan bermacam macam roh, bagaimana dapat membedakan roh setan atau roh kudus, dan jangan tertipu.
Yang asli atau yang palsu.

Bahasa roh yang benar ? Tandanya apa saja
Seorang demi seorang
Ada yang menafsirkan
Membangun jemaat
Relasi pribadi dengan Tuhan tidak dihadapan umum.

1 kor 14:23
Jadi, kalau seluruh Jemaat berkumpul bersama-sama dan tiap-tiap orang berkata-kata dengan bahasa roh, lalu masuklah orang-orang luar atau orang-orang yang tidak beriman, tidakkah akan mereka katakan, bahwa kamu gila?

Karunia menafsirkan bahasa roh,

Syarat :
pertama
Membangun Dan berguna untuk kesatuan tubuh Kristus
Saling melengkapi dan bukan untuk menonjolkan diri
Memperlengkapi kebutuhan pelayanan

Kedua,
Diberikan pada yang sudah lahir baru

Ketiga,
Tidak didapatkan karena meminta, tapi diberikan karena kebutuhan

Empat,
Karunia ini tidak dapat dipindahkan, Tuhan yang memberikan

Lima,
Karunia tidak dapat dipelajari

Enam,
Karunia tidak menunjukan kerohanian seseorang

Sesuai dengan kebutuhan, karunia bukan untuk kepentingan pribadi.

Tanya jawab..

Penutup ibrani 15

Minggu, 02 Agustus 2009

Foreword of Recovering Biblical Manhood and Womanhood

For Single Men and Women
(And the Rest of Us)

John Piper

We know you are there---almost sixty million of you in America. And we are listening. One of the most important things we have learned is that we do not know what it is like to be single in America today---at least not the way you know it. Margaret Clarkson made this very plain to us:

Because married people were all single once, they tend to think that they know all there is to know about singleness. I suggest that this is not so; that there is a vast difference between being single at 25 or 30, with marriage still a viable possibility, and being single at 45 or 50 or 60, with little or no prospect of ever being anything else. Singleness has a cumulative effect on the human spirit which is entirely different at 50 than at 30.{1}

What I would like to do in this foreword is try to let single people do as much of the talking as possible---people like Jesus and the Apostle Paul and some contemporary men and women who serve in the single life. This way we will be listening and speaking at the same time. I realize I am going to filter all of this through my happily married lens. It is futile in one sense for me to write this chapter, except that I do not put it forward as something definitive about the single experience today, but as a call to married folks to listen and a statement to single folks that this book and this issue have to do with you, even though many of its chapters deal with marriage. Enough singles have read this foreword already to let me know that some things I say hit the nail on the head and some things do not fit their experience at all. My hope is to listen closely enough and speak truly enough that married and single people will be helped along in the conversation.

We also pray that in the process there will be tremendous encouragement and challenge for your faith and ministry. We believe the vision of manhood and womanhood in this book is utterly relevant for single people. Why this is so will become clear before we come to the end of this foreword.

We hear at least eight important theses on singleness when we tune in to Jesus and His contemporary single followers.{2}

I. Marriage, as we know it in this age, is not the final destiny of any human.

My mother was killed in a bus collision near Bethlehem in Israel in 1974. She was fifty-six years old and had been married to my father for thirty-seven years. As the grief began to heal, God gave my father another wonderful wife. I rejoice in this. But it has caused me to take much more seriously the words of Jesus to the Sadducees concerning marriage in the resurrection. They told Jesus about a woman who was widowed seven times. "At the resurrection," they asked, "whose wife will she be?" Jesus answered, "When the dead rise, they will neither marry nor be given in marriage; they will be like the angels in heaven" (Mark 12:25).

This is important to me because it means my father will not be a bigamist in the age to come. Why? Because in the resurrection, marriage as we know it will not exist. This has profound significance for singleness in this life. It means that if two wives will not be one too many, then no wives will not be one too few. If love in the age to come is transposed into a key above and beyond the melody of marriage in this life, then singleness here will prove to be no disadvantage in eternity.

In fact, there is some warrant for thinking that the kinds of self-denial involved in singleness could make one a candidate for greater capacities for love in the age to come. No one has left anything for the sake of the kingdom, says the Lord Jesus, who will not receive back far more (Matthew 19:27-30). Many unmarried people have strengthened their hands with this truth. For example, Trevor Douglas, a single missionary with Regions Beyond Missionary Union, working in the Philippines among the Ifugao people, wrote in 1988:

In the end, however, Christians know that Jesus will more than make up for every cost incurred by being a single male missionary. As I have applied his promises in Matthew 19:27-30 to myself, I see a tremendous exchange taking place in eternity. The social cost of not fitting in a couple's world will be exchanged for socializing with Jesus around his throne. I'll trade the emotional cost of loneliness and the family hurt for companionship with new fathers, mothers, and families. I'll exchange the physical cost for spiritual children. And when I'm snubbed, I love to think of eternity and the privilege of going from the last of the gospel preachers to the head of the line. The rewards are worth everything.{3}

II. Jesus Christ, the most fully human person who ever lived, was not married.

In 1987, I wrote an editorial for the Minneapolis Star-Tribune during a volatile controversy over advertising condoms on television.{4} The concern of the networks was to help curb the spread of AIDS. My basic point was: "In the act of endorsing protection from disease, the ads also endorse its cause, namely, sexual promiscuity." I said that the claim that condoms make for "safe" sex betrayed an incredible naiveté about human nature.

My argument went like this: "Personhood is deeper and more significant than what is physical. Only a superficial view of personhood says we will be 'safe' if we can avoid a disease while pursuing acts that Western civilization has overwhelmingly called immoral and that the Bible indicts as dishonoring to our creator. . . . Not only the Biblical teaching but also the testimony of human conscience in varied cultures around the world have said for centuries that extramarital sex and homosexual activity are destructive to personhood, to relationships and to the honor of God, who made our sexuality to deepen and gladden the union of man and woman in marriage."

You can imagine that this did not go unchallenged. I got a letter from one young man who spoke for a certain group of single people when he said, "My girlfriend and I have lots of good sex together. We think your ideas are repressive leftovers from the Victorian era that make people neurotic and miserable. We think our sexuality is part of our personhood, and not to enjoy it is to be incomplete people. We have no intention of getting married to meet the expectations of any puritans. And we think a life of slavery to virginity would mean being only half human."{5}

When I wrote back to this man, the centerpiece of my response was this: The most fully human person who has ever lived, or ever will live, is Jesus Christ, and He never once had sexual intercourse.

This can be powerfully liberating to single people who may think at times, "This one thing I will never have, sexual relations, and in not having it I will not be all I was meant to be." To this thought Jesus, the virgin, says, "A student is not above his teacher, but everyone who is fully trained will be like his teacher" (Luke 6:40). We will always have mountains of truly human Christ-likeness yet to climb, but sexual intercourse is not one of them. For He never knew it. And He is infinitely whole.

The paradox we may feel in this is captured in the title of Luci Swindoll's book on singleness: Wide My World, Narrow My Bed. Single by choice at forty-nine (when she wrote the book), she shows that the narrow path of the Son of Man, who had no place to lay his head (not even on a woman's shoulder), leads into a wide world of wonder and freedom and joy and love.{6}

Cheryl Forbes illustrates how she and other single women and men have been inspired by the "wideness" of Jesus' single life:

Jesus is the example to follow. He was single. He was born to serve. . . . He had deep friendships among all sorts of people---men, women, single, married. That was his work, an intimate part of his ultimate mission of dying on the cross for our sins. . . . His relationships with Mary, Martha, Peter, and the other disciples helped prepare him for his death. No one can love in the abstract. He allowed himself to be interrupted by needy children, distraught fathers, hungry men and sick women. . . . Jesus sought to make himself vulnerable.{7}

III. The Bible celebrates celibacy because it gives extraordinary opportunity for single-minded investment in ministry for Christ.

Paul said that he wished everyone could know the freedom for ministry that he enjoyed as a single person (1 Corinthians 7:7). He went on to explain,

I would like you to be free from concern. An unmarried man is concerned about the Lord's affairs---how he can please the Lord. But a married man is concerned about the affairs of this world-how he can please his wife---and his interests are divided. An unmarried woman or virgin is concerned about the Lord's affairs: Her aim is to be devoted to the Lord in both body and spirit. But a married woman is concerned about the affairs of this world---how she can please her husband. I am saying this for your own good, not to restrict you, but that you may live in a right way in undivided devotion to the Lord. (1 Corinthians 7:32-35).

Many single people give thanks for this truth in their own lives. It seems to come out most often in a cherished freedom for flexible scheduling and for risk-taking. As a single missionary in Kenya, Rhena Taylor wrote:

Being single has meant that I am free to take risks that I might not take were I a mother of a family dependent on me. Being single has given me freedom to move around the world without having to pack up a household first. And this freedom has brought to me moments that I would not trade for anything else this side of eternity.{8}

Trevor Douglas similarly describes the freedom for risk that he has experienced:

The first advantage [of being single] is that it's best adapted to perilous situations. . . . In rugged life among primitive tribes, in guerrilla-infested areas, or in disease and famine, the single man has only himself to worry about. . . . Paul claims that being single and male best fits the shortness of the time. Doing God's work is a momentary thing. Advantages and opportunities come and go very quickly. The single lifestyle enables one to get the most out of the time God gives for his work. . . . One of my chief delights is that I don't have to fit my ministry around a family schedule. I don't have to be home at a certain time each night. My time is the Filipinos' time.{9}

Douglas quotes one of his heroes, another single missionary with radical single-mindedness, David Brainerd:

I cared not where or how I lived, or what hardships I went through, so that I could but gain souls for Christ. While I was asleep I dreamed of these things, and when I awoke the first thing I thought of was this great work. All my desire was for the conversion of the heathen, and all my hope was in God.{10}

A single friend at our church read this third point and responded like this to balance the scales:

I believe that singles have flexibility in scheduling but are not totally free from anxiety. While I'm happy to be free from balancing husband and family needs and ministry, I must face other "practical" needs should Jesus tarry---retirement, housing, finances, etc. The reality is that single women have to plan for the future as singles. We must be good stewards with the resources we have, but studies show that women don't earn the same salaries that men do for the same tasks. And in ministry everyone earns less than in the secular world, but it's a choice that has been made, but that doesn't mean I don't feel the tension.
How do singles balance a career that requires more than forty hours a week plus other outside commitments (continuing education, etc.) with the "extraordinary opportunity for single-minded investment in ministry"? I think there will be those singles who interpret this to mean that because they are not married they are "expected" to devote every non-working hour to ministry---something not expected from those who are married. I don't think that is what you are saying.
Unfortunately there are many in the church who reinforce this error in thinking. This thinking can turn into an abusive situation. Singles can be guilted and shamed into doing too much. I believe there must be a caution to singles not to become "over-invested." Singles must protect their spiritual, physical, and emotional health as well as those who are married. Singles need to be affirmed to take time to develop nurturing relationships ("family").

IV. The Apostle Paul and a lot of great missionaries after him have renounced marriage for the sake of the kingdom of God.

"Don't we have the right to take a believing wife along with us, as do the other apostles and the Lord's brothers and Cephas?" (1 Corinthians 9:5). With these words Paul shows that it was normal and permissible for him as an apostle to have a wife. But he chose not to use this legitimate right (cf. 1 Corinthians 9:15). He was the first of a long line of single men and women who have renounced marriage for the sake of the gospel, as Jesus said some would: "For some . . . have renounced marriage because of the kingdom of heaven" (Matthew 19:12).

This renunciation has, in most cases, required immense courage and devotion to Christ. Ada Lum, a single woman working with International Fellowship of Evangelical Students in Southeast Asia, told this moving story of devotion:

Flying from Rome to Munich I had warm fellowship with an attractive and spirited nun. I learned this was her first visit home to Germany after thirty years as a missionary. No wonder she was excited! I could also tell that she loved Christ and had served him happily even through the war in the Philippines, where she had been imprisoned in an enemy camp. We talked about our faith in Jesus Christ and our walk with him. Then she showed me her plain gold ring on the inside of which was inscribed, "Wed to Christ." But there certainly was nothing neurotic about her. She was refreshingly human!{11}

Mary Slessor was doing work in the interior of Calabar, West Africa, at the end of the nineteenth century and was deeply desirous of a companion. Her hope centered on Charles Morrison, a man who was working with the mission on the coast. They were engaged, but the mission would not allow him to transfer to the interior because of his poor health. She would have to move to Duke Town. She wrote:

It is out of the question. I would never take the idea into consideration. I could not leave my work for such a reason. To leave a field like Okoyong without a worker and go to one of ten or a dozen where the people have an open Bible and plenty of privilege! It is absurd. If God does not send him up here then he must do his work and I must do mine where we have been placed. If he does not come I must ask the Committee to give me someone else for it is impossible for me to work the station alone.{12}

With similar single-minded devotion to her calling, Lottie Moon broke an engagement with a brilliant young scholar because he "adopted the Darwinian theory of evolution." Years later she said, "God had first claim on my life, and since the two conflicted, there could be no question about the result."{13}

Elisabeth Elliot tells of a conversation she had with Gladys Aylward, missionary to China:

She had been a missionary in China for six or seven years before she ever thought of wanting a husband. When a British couple came to work near her, she began to watch the wonderful thing they had in marriage, and to desire it for herself. Being a woman of prayer she prayed---a straightforward request that God would call a man from England, send him straight out to China, and have him propose. She leaned toward me on the sofa on which we were sitting, her black eyes snapping, her bony little forefinger jabbing at my face. Elisabeth, she said, "I believe God answers prayer! He called him." Then, in a whisper of keen intensity, "but he never came."{14}

One of the reasons the choice to be single can be courageous is that for some it is the choice of very painful loneliness. Trevor Douglas illustrates this with a story from one of his friends:

Perhaps loneliness takes the heaviest toll. At creation, God knew that man needed companionship. The single male missionary forfeits that legitimate need and embraces loneliness. I well remember how a fellow single missionary brother poured out his heart to me. Christmas is especially bad, he said. That's the hardest. Once I was invited to spend Christmas with a family, but after I got there I wished I had never gone. I felt like they were just trying to do me a favor. I felt like an intruder. Next Christmas, I drove off in my car far away, rented a motel room, and sat there and cried.{15}

The courage to be single (and I realize that marriage requires its kind of courage too) is not just found among missionaries. Many young men and women in more ordinary circumstances have made incredibly hard decisions to avoid a marriage they at first thought was right. Elva McAllaster writes a whole chapter on such stories under the title The Courage to Stay Single. For example:

Mara had the courage. She was already wearing a diamond when she began to realize that Larry's moods were so unpredictable that, in spite of all the qualities for which she adored him, he was not good husband material. Nor was he ready to be a father. She thought of his moods-those black moods-and she shuddered, and stood by her courage.{16}

Mervin had courage, too. He was already engaged, as a matter of fact, when he began to feel ominous intensities of penned-in and nailed-down limitation. He knew it would make him feel like sixteen varieties of a heel to break the engagement, but he knew increasingly that Erma was wrong for him. Wrong, wrong, wrong. When Erma nervously wanted the wedding to be sooner than they had first planned, her insecurity liberated Mervin's emotions, and his emotions liberated his whole future-as he would now describe it.{17}

The point is this: singleness has been a noble and courageous path for ministry ever since Jesus and the Apostle Paul chose it "because of the kingdom of heaven." It is no sign of weakness to want to be married. It is normal, and it is good. The courage comes when you sense God calling you to singleness (for this chapter of your life) and you accept the call with zeal and creative planning for His glory.

V. The Apostle Paul calls singleness a gift from God.

"I wish that all men were [single] as I am. But each man has his own gift from God; one has this gift, another has that" (1 Corinthians 7:7). In essence, Jesus pointed to the same thing in Matthew 19:12 when He said, "The one who can accept this should accept it."

With the gift comes the grace to be chaste. Margaret Clarkson is right: "His commands are his enablings." She reminds the single person, after dealing with her own single sexuality for more than forty years, that chastity is not only commanded but possible, year after year, as a gift from God. She quotes John White's Eros Defiled to make the point:

Just as the fasting person finds he no longer wishes for food while the starving person is tortured by mental visions of it, so some are able to experience the peace of sexual abstinence when they need to. Others are tormented. Everything depends upon their mindset or attitude. The slightest degree of ambivalence or double-mindedness spells ruin.
I cannot stress this principle enough. Neither hunger for food nor hunger for sex increases automatically until we explode into uncontrollable behavior. Rather, it is as though a spring is wound up, locked in place, ready to be released when the occasion arises. And should that occasion not arise (and here I refer especially to sex), I need experience no discomfort.{18}

Single people do not always discover singleness as a gift at the beginning of their journey. Ada Lum admits that it was a process for her to come to this place:

For a long time I did not consider that my single status was a gift from the Lord. I did not resent it-to be frank, in my earlier idealistic period I thought that because I had chosen singleness I was doing God a favor! But in later years I was severely tested again and again on that choice. Then, through Paul's words and life and my subsequent experiences, it gently dawned on me that God had given me a superb gift!{19}

But single people are not generally treated as the bearers of a superb and special gift from God. They are sometimes treated as abnormal in the church. Perhaps the only text people can think of is Genesis 2:18, "It is not good for the man to be alone." Conclusion: singleness is not good. Trevor Douglas candidly describes the cost of being a single man in this kind of atmosphere:

Jesus admitted that singleness is costly, so much so that not everyone can endure it. The obvious cost is the attitude that single men might be gay, or at least slightly strange, and perhaps anti-female. Our North American society is structured definitely for couples. Not so the tribe of Ayangan Ifugaos among whom I work. Although 99 percent of the men are married, they don't look at the one percent as weird. The social cost only hits me when I return home-in the churches, among Christians, who, of all people, should know better.{20}

Well, is it good or not good to be alone? If it is not good---not God's will---how can it be called a "gift from God"? How could Jesus, who never sinned, have chosen it for Himself? How could Paul say it was a great asset for ministry?

Two answers: First, Genesis 2:18 was a statement about man before the fall. Perhaps, if there had been no fall, there would have been no singleness.{21} Everyone would have had a perfectly compatible personality type for someone; people and situations would have matched up perfectly; no sin would have made us blind or gullible or hasty; and no great commission---no lostness, no famine, no sickness, no misery---would call for extraordinary measures of sacrifice in marriage and singleness. But that is not our world. So sometimes-many times---it is good for a person to be alone.

But second, almost no one has to be really alone. That's the point of the next thesis. But let me include here another insight from another single person who read this foreword:

I believe that Genesis 2:18 extends beyond the principle of marriage. As a general rule, it is definitely not good for man (or woman) to be alone. God created us to function within relationships. Most of the time, it will not be necessary for the single person to be alone, even though the marriage relationship does not exist. Many married people are very much alone emotionally. Sometimes marriage keeps one from being alone, but not always.

VI. Jesus promises that forsaking family for the sake of the kingdom will be repaid with a new family, the church.

"I tell you the truth, no one who has left home or brothers or sisters or mother or father or children or fields for me and the gospel will fail to receive a hundred times as much in this present age (homes, brothers, sisters, mothers, children and fields---and with them, persecutions) and in the age to come, eternal life" (Mark 10:29-30). Many singles have discovered these hundreds of family members in the body of Christ. It is often not their fault when they haven't. But many have. Margaret Clarkson's large-hearted book, So You're Single, is even dedicated TO MY MARRIED FRIENDS whose love and friendship have so enriched my life. She obviously found a "family" in many of the families in her life.

Dietrich Bonhoeffer, the German pastor who was hanged for conspiring to assassinate Hitler, was single. He knew the needs of single people for family, and was moved, in large measure for this reason, to write his little book, Life Together. He said simply, the single person "needs another Christian who speaks God's Word to him."{22} That is what the church is for.

Elisabeth Elliot comes at this need for family from another side, and asks, "How may a single woman enter into the meaning of motherhood if she can have no children?" She answers:

She can have children! She may be a spiritual mother, as was Amy Carmichael, by the very offering of her singleness, transformed for the good of far more children than a natural mother may produce. All is received and made holy by the One to whom it is offered.{23}

This ideal is not a reality for many singles. But Jesus had a great vision of hundreds of wonderful relationships growing up in the lives of single people who choose the kingdom road of obedient singleness rather than accepting marriage from an unbeliever. We who are leaders in the churches should open our eyes to make the same discovery that Frank Schneider made:

For the first time in years of Christian service, we were aware of an affluence of intelligent, capable, loyal, energetic, talented single adults who only wanted someone to care enough to recognize they exist. Some lonely, some deeply hurt, others very self-sufficient and quite in control, but all desiring fellowship in a Christian atmosphere where they can feel they belong.{24}

VII. God is sovereign over who gets married and who doesn't. And He can be trusted to do what is good for those who hope in Him.

Job speaks not just for those who had and lost, but also for those who never had, when he says, "Naked I came from my mother's womb, and naked I will depart. The Lord gave and the Lord has taken away; may the name of the Lord be praised" (Job 1:21). God rules in these affairs, and we will be the happier when we bow before His inscrutable ways and confess, ". . . no good thing does he withhold from those whose walk is blameless" (Psalm 84:11). "He who did not spare his own Son, but gave him up for us all-how will he not also, along with him, graciously give us all things?" (Romans 8:32).

Margaret Clarkson's personal statement of submission rings with the strength that comes from bowing before the sovereignty of God:

Through no fault or choice of my own, I am unable to express my sexuality in the beauty and intimacy of Christian marriage, as God intended when he created me a sexual being in his own image. To seek to do this outside of marriage is, by the clear teaching of Scripture, to sin against God and against my own nature. As a committed Christian, then, I have no alternative but to live a life of voluntary celibacy. I must be chaste not only in body, but in mind and spirit as well. Since I am now in my 60's I think that my experience of what this means is valid. I want to go on record as having proved that for those who are committed to do God's will, his commands are his enablings. . . .
My whole being cries out continually for something I may not have. My whole life must be lived in the context of this never-ceasing tension. My professional life, my social life, my personal life, my Christian life---all are subject to its constant and powerful pull. As a Christian I have no choice but to obey God, cost what it may. I must trust him to make it possible for me to honor him in my singleness.
That this is possible, a mighty cloud of witnesses will join me to attest. Multitudes of single Christians in every age and circumstance have proved God's sufficiency in this matter. He has promised to meet our needs and he honors his word. If we seek fulfillment in him, we shall find it. It may not be easy, but whoever said that Christian life was easy? The badge of Christ's discipleship was a cross.
Why must I live my life alone? I do not know. But Jesus Christ is Lord of my life. I believe in the sovereignty of God, and I accept my singleness from his hand. He could have ordered my life otherwise, but he has not chosen to do so. As his child, I must trust his love and wisdom.{25}

Ann Kiemel Anderson gave poetic expression to what thousands of Christian singles have discovered about the relationship of desire for marriage and devotion to a sovereign God:

Jesus, if this is Your will,
then YES to being single.
In my deepest heart, i want to marry,
to belong to a great man;
to know that i am linked to his life . . .
and he to mine . . .
following Christ and our dreams together . . .
but You know what i need.
if i never marry, it is YES to You.
{26}

VIII. Mature manhood and womanhood are not dependent on being married.

This is why the rest of this book is relevant for single people, even when it is dealing with marriage. The question every man and woman should ask earnestly is this: "What does it mean to be a woman and not a man?" Or: "What does it mean to be a man and not a woman? What is my masculine or feminine personhood (not just anatomy and physiology)?" We are persuaded from Scripture that masculinity and femininity are rooted in who we are by nature. They are not simply reflexes of a marriage relationship. Man does not become man by getting married. Woman does not become woman by getting married.

But it is clear that the form that a man's leadership, provision, and protection take varies with the kind of relationship a man has with a woman---from the most intimate relationship of marriage to the most casual relationship with a stranger on the street. And the form that a woman's affirmation of that leadership takes will also vary according to the relationship. Mature femininity does not express itself in the same way toward every man. A mature woman who is not married, for example, does not welcome the same kind of strength and leadership from other men that she would welcome from her husband. But she will affirm the strength and leadership of men in some form in all her relationships with worthy men. I know this will need a lot of explanation. That is what I try to do in Chapter 1.

The point here is simply to stress that for single people sexual personhood counts. It does not first emerge in marriage. No one is ready for marriage who has not discovered in practical ways how to live out his mature masculinity or her mature femininity. Paul Jewett is right:

Sexuality permeates one's individual being to its very depth; it conditions every facet of one's life as a person. As the self is always aware of itself as an "I," so this "I" is always aware of itself as himself or herself. Our self-knowledge is indissolubly bound up not simply with our human being but with our sexual being. At the human level there is no "I and thou" per se, but only the "I" who is male or female confronting the "thou," the "other," who is also male or female.{27}

This is not dependent on marriage. Ada Lum illustrates this for single women:

At any age the single woman needs to respect herself as a sexual being whom God created. She is not less sexual for not being married. Sex has to do with biological drive for union with one of the opposite sex. Sexuality has to do with our whole personhood as a woman or a man. It has to do with the ways we express ourselves in relation to others. It has to do with being warm, understanding, receptive sexual beings when we relate to another female or to a child or to a man who is the least prospect for a husband! . . . I try to treat him as I do my two brothers. I enjoy Leon and Dick. I respect them. I like to hear them talk about masculine things in masculine ways. I am pleased when they treat me thoughtfully. . . . With care and discretion a single woman can and should be a real woman to the men around her.{28}

Cheryl Forbes gives another illustration of one kind of feminine expression as a single person:

To be single is not to forego the traditional "womanly" pursuits. Whether you live alone or with a husband and children, a house or apartment is still a home that requires "homemaking." And marital status has nothing to do with the desire for warm, comfortable, aesthetically pleasing surroundings. God gave each of us a desire for beauty; it is part of our desire for him, who is loveliness incarnate. Why should a single woman reject that part of her image as a creature of God? . . . I am a better and more imaginative cook now than I was five years ago. I am free to experiment on myself and my friends. I have the time and the money to entertain people around the dinner table, something I might not want or be able to do if I cooked for a family three times a day every day.{29}

The point is that, married or single, your manhood or your womanhood matters. You dishonor yourself and your Maker if you disregard this profound dimension of your personhood. Our culture is pressing us on almost every side to discount this reality and think of ourselves and each other merely in terms of a set of impersonal competencies and gender-blind personality traits. It has the appearance of promoting justice. But the failure to take into account the profound and complementary differences of masculine and feminine personhood is like assigning a truck driver the task of writing the choreography for two ballet artists.

Our prayer is that God will give to millions of single Christians in our day a deep understanding and appreciation for their own distinct sexual personhood, that Christ will be magnified more and more in you as you offer His gift of singleness back to Him in radical freedom from the way of the world, and that you will grow deeper and deeper in joyful devotion (on the Calvary road) to the triumphant cause of Jesus Christ.

I close this foreword with a final word of hope from a woman of deep insight and long singleness. Margaret Clarkson looks back over a lifetime of singleness and extends a hand to those just starting:

When Christian was crossing the River at the close of Pilgrim's Progress, his heart failed him for fear. He began to sink in the cold, dark waters. But Hopeful, his companion, helped him to stand, calling out loudly, "Be of good cheer, my brother; I feel the bottom, and it is good." Then Christian recovered his faith, and passed safely through the waters to the Celestial City.
If there are singles who find the waters of singleness dark and deep, who feel, "I sink in deep waters; the billows go over my head; all his waves go over me," this is my message to you concerning singleness: "Be of good cheer, my brother, my sister; I feel the bottom, and it is good."
{30}

Sabtu, 01 Agustus 2009

MRI Bandung : kolose 2:11-14 "Sunat dan babtisan"

Colose 2 : 10 -13

11 in whom also you are circumcised with the circumcision made without hands, in putting off the body of the sins of the flesh by the circumcision of Christ, 12 buried with Him in baptism, in whom also you were raised through the faith of the working of God, raising Him from the dead.


13 And you, being dead in your sins and the uncircumcision of your flesh, He has made alive together with Him, having forgiven you all trespasses,




Khotbah pada pagi hari ini menyambung rangkaian eksposisi kolose kita yang terdahulu. marilah kita melihat situasi yang di hadapi oleh Paulus dan jemaat kolose pada saat itu. Kondisi kolose menghadapi ajaran gnostik. pemikirna ini dipengaruhi oleh pemikiran berdasarkan filsafat yunani, kaum Stoikeia. dalam hal ini terjadi sincristisme antara ajaran rasul rasul, taurat dan filsafat Yunani. kondisi Kolose saat itu tengah menghadapi tantangan ajaran ini, namun mereka belum terkontaminasi akan ajaran ini, saat itu jemaat Galatia telah jatuh dalam perangkap ajaran sesat ini. Oleh karena itu Paulus berusaha menegakan dan meperjelas akan pengajaran benar, mengingatkan jemaat kolose ini.

Ada 2 ciri ajaran sesat saat itu
1. Dominasi malaikat, dimana pemikran yang
2. Perbudakan ajaran taurat

Paulus menghadapi ajaran sesat ini adalah dengan cara menguatkan indentitas ini, tidak hanya itu, kemudian ia menyerang ajaran sesat ini dengan memperhadapkannya dengan kebenaran Firman Tuhan, membenturkan dasar kepercayaan mereka yang berdasarkan filosofi stoikeia dengan kebenaran Firman Tuhan

Pada hari ini, kita akan membahas mengenai bagaimana Paulus membahas mengenai permasalahan perbudakan terhadap ajaran Taurat.

Isu yang terjadi, atau permasalahan yang dihadapi adalah masalah persunatan. Jemaat ini mulai terjebak dengan pemikiran mengenai aturan sunat dalam konteks hukum Taurat yang dipahami sebagai suatu kewajiban, sehingga mereka menganggap keharusan sunat sebagai syarat keselamatan dan identitas bangsa israel, kaum terpilih.

dalam hal ini kita akan memahami perihal sunat. Ada 2 sunat yaitu:
1. Sunat oleh manusia, ini adalah prosedur dimana preputium penis dibuang.
2. Sunat oleh Allah

Pemahaman yang lebih dalam adalah :
Bagaimana kita mengerti sunat oleh Allah ?
Apakah sunat diperuntukan harus untuk menjadi syarat, atau.. ?
Apakah makna sunat ini ?

Oleh karena itu kita perlu memahami bagaiman konteks sunat ini dalam sudut pandang covenant. saya mempergunakan istilah covenant ini karena saya tidak dapat menemukan padanan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia.

mengenai covenant ini, kita akan memahami 2 buah istilah yaitu covenant of works, yang dibuat Allah ketika manusia masih di taman eden dan manusia belum jatuh dalam dosa. covenant ini rusak dan dilanggar setelah manusia berbuat dosa dan berupah kematian jasmani.
Namun kemudian Tuhan berinisyatif untuk membentuk covenant yang baru yaitu covenant of grace. Pengertian mengenai covenant ini adalah pengertian yang mendasar dalam teologi reformed, dan menjadi ciri khas. Dalam hal ini kita perlu memahaminya.

Covenant of grace, Tuhan menjanjikan suatu janji berkat dan juga kutuk, jika manusia masuk dalam covenant ini. Tuhan bekerja melalui Nuh, Abraham, bangsa Israel dan perjanjian di gunung sinai dengan 10 hukum Allah, melalui Daud dan puncaknya adalah Kristus.

Dimana letaknya sunat dalam covenant ini. Tuhan berjanji lewat Abraham mengenai janji berkat dan janji keturunan yang notabene merujuk kepada lahirnya seorang mesiah. Maka setelah Ishak lahir, Tuhan ingin memetraikannya, memberikan cap bagi bangsa yang telah dipanggil keluar dan dikuduskannya untuk mendatangkan keselamatan bagi manusia. Oleh karena itu Tuhan berfirman mengenai sunat. dalam hal ini sunat adalah the token of the covenant, materai covenant itu sendiri. Sunat bukan syarat, namun menjadi tanda akan apa yang Tuhan lakukan. Tuhan memberikan covenant yang baru bagi manusia untuk hidup di dalamnya hidup ini menghantar manusia untuk hidup bagi Allah sebagaimana Allah kehendaki. Tuhan memberikan hukum taurat supaya manusia dapat hidup taat akan hukum taurat, namun taurat tidak menyelamatkan, taurat perlu digenapi, melalui hukum tauran bangsa ini mengetahui keberdosaannya, dan perlu ada yang menanggung semua hukuman itu supaya bangsa ini dibebaskan dari belenggu dosa ini.

Paulus memahami hal ini, oleh karena itu melaui sunat ini melambangkan bahwa kita sudah sudah dikerat atau disunat tanpa tangan manusia namun oleh kristus dengan cara kematian Kristus telah memotong tubuh keberdosaan kita ini. Dalam proses penyunatan itu kita hanya perlu memotong kulit yang menutupi kepala penis, atau yang dikenal preputium dengan hal ini kita memotong kulit dan daging, hal ini memperlambangkan tubuh kita yang berdosa akan dosa dengan sekerat kulit dan daging kita ini. Kristuslah yang memotongnya dan memberikan dirinya masuk ke dalam kubur.

Paulus memberikan dasar yang benar mengenai hal persunatan ini kepada jemaat supaya jemaat tidak terjebak dalam perlambangan, dan memiliki pemahaman yang keliru akan hal ini. sebagaimana Judas macabeus, seorang pejuang kebebasan bangsa Israal (sekitar thn 167-160 SM) menjadikan sunat sebagai identitas kebangsaan Israel, dan ia mejadi tokoh yang berpengaruh dalam bangsa Israel pada saat itu, dia memimpin pemberontakan melawan penjajah asing. Hal ini juga menyerang kaum farisi yang mengikatkan diri dengan hukum taurat namun mereka tidak menghidupi hukum taurat, mereka terlampau memperhatikan perlambangan dan aturan ketimbang dari esensi yang sesungguhnya yang Tuhan kehendaki.

Menyambung mengenai kubur, pengertian selanjutnya dalam perikop yang kita bahas ini adalah kubur dalam arti kubur adalah suatu penghinaan paling rendah dan kubur berarti kematian. Karena Kristus, dia telah menanggung dosa dengan kematianNYA yang penuh dengan penghinaan yang paling hina, Kristus menguburkan dosa-dosa kita, dan berarti dosa-dosa kita benar telah mati bersama dengan kematian Kristus.

Sunat juga diperuntukan bagi bangsa Istral untuk menandai mereka yang dikuduskan dan supaya mereka tidak berkawin campur dengan bangsa lain yang tidak mengenal Allah, karena Allah adalah Allah yang cemburu. Tuhan menginginkan Israel menjadi mempelai Allah yang kudus karena Allah adalah kudus.

Dikuburkan dalam babtisan. Di sini Paulus memberikan penerangan mengenai babtisan sebagai penanda anugrah AllAh dalam kuasa penebusan Kristus. Babtisan sebagai the token of grace. namun, tidak hanya dikuburkan namun berikutnya di dalam Kristus kita juga dibangkitkan oleh Iman akan kuasa Allah yang juga membangkitkan Kristus dari kematian.

Oleh karena itu, sungguh ! alangkah sukacitanya hidup seorang kristen. Hidup dalam kemenangan akan dosa karena Kristus memenangkan kita, dosa sudah tidak lagi berkuasa akan diri kita dan kuasanya terlah dimatikan. hai maut, dimana sengatmu. Namun seorang kristen masih dapat berbuat dosa. oleh karena itu janganlah kita menjadi orang kristen yang murung karena kita terus meneruh hidup dalam dosa, namun kita juga harus berduka cita dalam anugrah, karena masih banyak orang lain yang belum dapat bersuka cita dalam anugrah karena mereka belum dapat mengenal Kristus, dengan karya dan kebenarannya.

Marilah kita memahami hal ini, dan kita menghidupi kehidupan kesalamatan dalam Kristus dengan hidup bersama dengan Allah dengan takut dan gentar...


poems for Benny and Nat

Cerita tentang kami
By Theo Audi Yanto

Di sini kami berdiri
sebagai dua anak manusia yang berbagi hidup dalam kehidupan ini
Mengarungi lautan kehidupan dengan bahtera baru
Dalam ikatan mahligai pernikahan

Jauh menatap ke masa lampau
Dimana hari hari kami masih muda
Dimana kami hidup bagi diri kami sendiri
Saat saat kami mulai mengenal dan belajar berbagi
Dimana mengenal diri dan mengenal dunia
Mengenal sang khalik dan memahami tujuan kami
Saat dimana
Kami saling berkata Berkata "aku"
kami berseteru
Dimana kami berpaut pada keakuan kami...

Masa masa menuntun kami
Sedemikian lama
Untuk mengenal diri kami sedemikian rupa
Seiring kami mengenal dan melayani sang Khalik,
Empunya hidup kami.
Kami mulai belajar melihat diri
Saat kami melihat diri di hadapan Tuhan
Dan di hadapan kekasih kami
Sehingga kami tidak lagi bicara tetang aku dan diri sendiri
Namun berbicara tentang kita, kehidupan, dan pelayanan
Di hadapan sang empunya hidup

Saat ini kami berdiri di sini
Memandang satu sama lain
Dengan kasih
Inilah cerita kami...
Ini, awal dari cerita yang akan banyak lagi bercerita tentang
Kami, kehidupan kami dan pelayanan kami
Karena kami oleh DIA telah dipersatukan dalam perjanjian suci ini

Inilah cerita kami...

(Bersambung...)

Selasa, 26 Mei 2009

The begining (Gen 1:1-2)

There is always a beginning of everything...

In the beginning God created heaven and the earth. this is the beginning, before it there was no heaven and earth, it is just nothing.

the earth was without form, and it was still nothing but darkness

This is the beginning of our story. There is alpha point or starting point. It begin with creation. The beginning is the genesis.

The marvelous creator, the maestro, the one who is not created, He is there before it was created. He is the one that remain always, He is the eternity. the one who has no beginning and no end. everything was from Him and and He also will end.

He is GOD... the logos was with Him since the beginning... the wisdom was Him to lay the foundation of the earth...

He first created, the appropriate word for create is “bara”. it signifies the what before did not exist now was made.
from nothing and never exist, now there is something, and it is exist.

the opposite of beginning is ending. every story has a beginning and has an end. the earth has created, it will consume someday. our story is from C to C... from creation to consummation. The most important thing is the eternity. the story may not end if the writer is everlasting, and He write it in the eternity.

Does GOD created the earth for eternity ? or it has aspect of eternity ?

God created the heaven and the earth at the beginning. He made them for Him, to always and always with Him. before the fall, God made them in the eternity and for Him always. to be with Him remain always...

The heaven and the earth was still in chaos, the earth was empty and waste. He with His logos and the wisdom created the earth. it is not good the earth in chaos and dark. He need to set up the rule, therefore He lay the foundation of the earth with His wisdom and give His Logos

The spirit of God move upon the face of the waters. He observe the earth, as an architect see land in order to think what to build upon it or a potter look at the clay, or the painter look at the canvas. it is still without form and void. there is something to do, to build.




Sabtu, 16 Mei 2009

the breathing law

Ternyata! satu hirupan kita dan yang membuat kita masih bisa bernafas adalah suatu anugrah yang luar biasa.... kalau ga bisa nafas yahh jadi gagal nafas... di colokin sama ventilator dehh....
yang bikin kepala pusing buat ngaturnya...
dah gitu kalau udah dipasang sulit dilepasnya lagi... mahal kan ?!!
orang nafas kan gratis... tapi kalau nafas udah ga gratis lagi baru tahu bahwa bernafas itu begitu mahalnya...

ternyata! cara ventilator dan nafas normal itu berkebalikan... bernafas normal menggunakan tekanan negatif, sedangkan bernafas dengan ventilator adalah mengandalkan tekanan positif...

untuk dapat menerima sesuatu dan menghirup udara kita itu harus dapat melapangkan dada dan membuat tekanan negatif ...

artinya dalam hidup kita untuk menerima berkat Tuhan yaitu udara kita memang didisain untuk membuka diri kita dan merendahkan tekanan dalam diri kita supaya udara tersebut itu dapat mengalir masuk dan mengisi paru paru
kita dan baru dipertukarkan....
AMAZING !!!

untung hukum fisika memang benar bahwa tekanan berbanding terbalik dengan volume...
dengan volume yang lebih besar maka tekanan akan menurun...
kalau kita membuka lebih luas pandangan kita, diri kita, hati kita, dan berbagi maka niscaya tekanan kita akan berkurang.... hukum fisika aja menceritakan akan sifat sifat ini !!!
hua hahahaha...

pernah nyadar, ‘ga akan hal ini ??

The Balance : foundation and flexibility

balance... it to keep our body in the balance the we might not fall. It need a strong feet but it also need flexibility. to put things in balance, it doesn't always be in a line, sometime the balance is so dynamic.... what matter most is how to put the weight in right position...

begitu juga dalam kehidupan kita, ketika kita memiliki beban dalam kehidupan. Kita perlu mengetahui dimana tumpuan kita dan tahu dimana garis keseimbangannya, selanjutnya barulah meletakan beban itu pada posisi yang semestinya. terkadang kehidupan kita mirip seperti seorang pebalet yang begitu dinamis berubah dari posisi sulit namun tetap mempertahankan keseimngannya dan kadang is berada pada posisi posisi yang sulit, namun posisi seperti ini diperlu kelenturan untuk dapat menyesuaikan diri dan menjaga keseimbangan kita supaya kita tidak terjatuh. Terlebih dari itu, seorang pebalet memiliki tungkai yang kuat bahkan dengan ujung kaki pun dia masih dapat menjaga keseimbangannya... luar biasa! jika kita memiliki kuda kuda yang kuat atau dalam balet disebut sebagai figure. namun untuk dapat seperti itu butuh waktu dan kerja keras untuk dapat melatih raga sedemikian

Hal ini yang menjadi perenunganku pada hari ini... mulanya tercetus ketika aku hampir terjatuh karena lantai yang licin namun aku dapat menjaga keseimbanganku dan kemudian menyesuaikan diri. andai saja aku tidak memiliki kelenturan dan refleks mungkin aku sudah jatuh terjerembab...
dua kata penting... fondasi dan kelenturan !